Rabu, 22 Januari 2014

Good Corporate Governance

hohoho lama tak buat post di blog buat tangan jadi gatal euy.. kali ini saya akan membahas sedikit tentang Good Corporate Governance atau yang kita kenal dengan GCG.. Semoga bermanfaat yah.. selamat membaca ^_^



Pengertian dan Prinsip Dasar
Good Corporate Governance (GCG)
The proper governance of companies will become as crucial to the world economies as the proper governing of countries”.
(James D. Wolfensohn, President of the World Bank, c. 1999)

Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, tetapi istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu, setidaknya terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global – terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.
Kedua, krisis ekonomi dunia, di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Di antaranya, Sistem Regulatory yang payah, Standar Akuntansi dan Audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.
Berdasarkan keyakinan-keyakinan di atas itulah maka tidak mengherankan jika selama dasawarsa 1990-an, tuntutan terhadap penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif datang secara beruntun. Mereka yang menyuarakan hal itu di antaranya adalah berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara, termasuk institusi sekaliber World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Dengan melontarkan beberapa prinsip umum dalam CG seperti fairness, transparency, accountability, stakeholder concern, dapat disimpulkan bahwa penerapan GCG diyakini akan menolong perusahaan dan perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis bangkit menuju ke arah yang lebih sehat, maju, mampu bersaing, dikelola secara dinamis serta profesional. Ujungnya adalah daya saing yang tangguh, yang diikuti pulihnya kepercayaan investor.
Tentunya, lembaga-lembaga besar itu tak asal bicara. Namun, apa sebetulnya GCG itu sendiri? Apa prinsip-prinsip dasar yang dikandungnya? Lantas, apa manfaat menerapkan GCG?

Sangat jelas bahwa perhatian terhadap corporate governance belakangan ini terutama dipicu oleh skandal spektakuler perusahaan-perusahaan publik di Amerika dan Eropa, seperti Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-lain.Cadbury Report (UK) dan Treadway Report (US) secara mendasar menyebutkan bahwa keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktik curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards.
Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan (Tri Gunarsih, 2003). Namun istilah corporate governance itu sendiri secara eksplisit muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam tulisan Robert I. Tricker. Di dalam bukunya, Tricker memandang corporate governance memiliki empat kegiatan utama sebagai berikut:
1.      Direction: Formulating the strategic direction from the future of the enterprise in the long term;
2.      Executive action: Involvement in crucial executive decisions;
3.      Supervision: Monitoring and oversight of management performance, and
4.      Accountability: Recognizing responsibilities to those making legitimate demand for accountability.
(Tricker, Robert I., 1984, Corporate Governance – Practices, Procedures, and Power in British Companies and Their Board of Directors, UK, Gower)

Teori-teori Terkait
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.
Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang professor dari Harvard, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya. Dengan demikian, “managers could not be trusted to do their job – which of course is to maximize shareholder value’ (Tricker, Opcit).
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya.
“Biaya” yang harus dibayar tersebut, dalam konteks corporate governance, adalah biaya untuk:

“…control managerial ‘opportunism’ by having a board chair independent of the CEO and using incentives to bind CEO interests to those of shareholders (Jensen, M.C., and W.H. Meckling (1986), ‘Theory of the firm – managerial behaviour, agency costs and ownership structure, “ Journal of Financial Economics, No. 3, pp. 305-60).
Agency costs ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk “bonding expenditures” yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham.
Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problem tetap ada karena adanya pemisahan antara kepengurusan dengan kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik.
Bagaimana perbandingan kegiatan antara corporate governance dan corporate management memperlihatkan bahwa corporate governance sangat terkait dengan aspek pengawasan dan akuntabilitas, sementara corporate management terkait dengan keputusan-keputusan dan pengendalian eksekutif serta manajemen operasional. Sementara itu, titik temu atau irisan antara keduanya dalam banyak hal terwujud dalam pengambilan keputusan-keputusan strategik perusahaan sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini:

Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1.      Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2.      Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3.      Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
·         Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal)
·         Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
·         Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.
·         Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).

Empat Prinsip Utama Corporate Governance
Setelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka berikut adalah prinsip yang dikandung dalam GCG. Di sini secara umum ada empat prinsip utama yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility.

1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.

2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing-masing perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain:

·         Praktek Audit Internal yang Efektif, serta
·         Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).

4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
·         Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
·         Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

Senin, 06 Mei 2013

jika gua adalah mereka

Pagi itu, tepatnya tanggal 25 April, entah kenapa gua ingatnya ujian mulai jam 11:00, yang sebenarnya ujian dimulai jam 10:00..
Sebenarnya salah satu teman gua sudah minta ajak belajar bareng jam 09:00, tapi karna gua ingatnya jam 11:00 gua malah bilang belajar barengnya jam 10:00..
Dia udah peringatin, "ih jangan mepet2 mau mulai ujian." tapi yah namanya gua taunya jam 11:00..

waktu terus berjalan sampe akhirnya sudah pukul 10:00 gua yang masih santai malah baru mau berangkat dan berangkat ke kampus sekitar jam 10:13..

sesampainya dikampus, waktu sudah menunjukkan pukul 10:20-an. dan dengan "Cengo"-nya gua lewatin ruang kelas lihat anak2 diruang itu sedang mengerjakan soal ujian. gua langsung panik karna gua merasa ada feeling buruk. gua lekas lari ke ruang kelas, tapi sebelum masuk gua bertemu sama beberapa anak, lalu gua tanya "ujiannya jam 11:00 kan yah?" mereka lalu jawab "hah? jam 11:00? jam 10:00 kali." lalu gua tanya balik "lah, lu pada kenapa pada belom masuk?" dengan santainya mereka jawab "ntar aja ah males". 
"astaga, seandainya gua jadi kalian, pasti gua udah langsung masuk kelas waktu ujian meu dimulai", cuma itu yang bisa gua katakan dalam hati. lalu gua langsung lekas masuk kelas, dan sangat beruntung kakak petugasnya baik dan memperbolehkan gua ngerjain ujian. saking lupa di silent hp pun bunyi, entah sms, entah telp, entah whats up dsb. bodo amat dah gua langsung ngebut ngerjain ujian karna gua sadar kalau gua sudah telat banget. parahnya pun, bel buat nunjukkin kalau ujian udah lewat 30 menit bunyi, dan gua baru no. 1 saat itu.. huaaa tulisan makin acak kadut makin ngebut dan makin gak bisa mikir. sam pai akhirnya waktu berlalu dan waktu ujian selesai. gua belum selesaiiiii untungnya kakak yang jaga ruang gua dengan baik ngertiin gua, dan dia mau nungguin gua sampe tamat.. T_T "thanks kak, kalau aja bukan kk yang jaga ruang ini, sudah pasti saya belum selesai, makasih banyak yah kak" hanya bisa berkata itu saat gua ngumpulin kertas jawaban walaupun jawaban gua seadanya dan sengebutnya.. 

kesimpulan yang bisa gua ambil adalah, gua harus lebih care lagi dengan waktu, bukannya tidak care sih selama ini, tapi mungkin kurang teliti aja waktu cek jam ujian.. sungguh ini pengalaman pertama gua telat ujian dan pengalaman yang gak akan gua ulangi lagi karna dampaknya parah banget. T_T

Jumat, 19 April 2013

Sistem pengukuran akuntansi


3 SISTEM PENGUKURAN UTAMA DI DALAM AKUNTANSI
1.      Historical Cost Accounting
Sistem historical cost ini mulai digunakan sebagai prinsip akuntansi setelah terjadinya Wall Street Collapse pada 1929. Sistem ini merupakan sistem akuntansi yang fundamental sebagai dasar untuk mengukur modal dan menghitung pendapatan dengan menggunakan penandingan biaya pada 1930-an.
2.      Current Cost Accounting (entry value)
Pada 1960-an beberapa alternatif sistem penilaian dikembangkan berdasarkan historical cost sebagai fundamental sistem akuntansi. Pertama, yang diperbarui dari sistem biaya dengan mengusulkan untuk mengukur penggunaan sumber daya dan penilaian modal pada harga beli sekarang (current buying price). Kedua menggunakan harga jual sekarang (current selling price).
3.      Exit  Price Accounting (current selling price)

HISTORICAL COST
Dasar pemikiran untuk biaya historis berasal dari beberapa sumber dengan buku yang paling berpengaruh oleh Paton dan Littleton.  An introduction to corporate accounting standards. kita bergantung pada buku mereka untuk banyak argumen atas dukungan teoritis sejarah akuntansi hari ini.
A.      Tujuan Akuntansi
Dengan pertumbuhan perusahaan selama setengah abad terakhir, informasi akuntansi membawa makna yang lebih besar sebagai sumber informasi tentang perusahaan. satu alasan untuk ini adalah bahwa bentuk perusahaan untuk sebuah bisnis besar menyebabkan pemisahan kepemilikan usaha dan kontrol, akuntabilitas, oleh karena itu dipandang menjadi tujuan paling penting dari fungsi pelaporan.
Tujuan kepengurusan biaya historis menekankan pada sebuah hubungan kontrak konservatif antara perusahaan dan mereka yang menyediakan sumber daya untuk itu dengan membuat manajemen bertanggung jawab atas input dari aset operasional dan output berikutnya pada nilai bersih dari ekuitas operasi. Dengan demikian, laporan laba rugi adalah mekanisme komunikasi kunci.
Kritikus berpendapat bahwa historical cost  hanya melaporan penghasilan/pendapatan saja (yang cocok dengan input/masukan pada konsep biaya historis) tanpa pengakuan atas perubahan nilai aktiva dan kewajiban adalah menyesatkan dan menghasilkan kebijakan dividen yang tidak benar.

B.      Modal dan Laba
Dalam rangka historical cost profit akan ditentukan, entitas akuntansi harus terlebih dahulu mempertahankan jumlah modal yang sama (aset dikurangi kewajiban) yang dimiliki pada awal periode - di mana semua aset dan kewajiban dinilai berdasarkan biaya pembelian historis mereka. Dengan demikian, pendapatan adalah kenaikan modal biaya historis pada akhir periode akuntansi.
pendapatan menunjukkan pencapaian perusahaan untuk periode tertentu, biaya merupakan upaya yang dikeluarkan (dalam hal biaya historis yang disesuaikan) dan laba berkorelasi dengan efektivitas perusahaan sebagai unit operasi. Oleh karena itu laporan laba rugi adalah laporan keuangan yang paling penting, karena mengungkapkan hasil dari operasi bisnis.

C.      Pencocokan teori biaya
Akuntan biaya historis/historicsl cost terus melacak aliran biaya. Karena melampirkan biaya, ini hanyalah cara lain untuk mengatakan bahwa akuntan menjaga rekening/akun transaksi bisnis. sebagai pembelian barang dan jasa perusahaan, tugas akuntan adalah untuk menelusuri pergerakan biaya dan melampirkan (match) mereka terhadap pendapatan yang diterima saat mereka mengalir melalui bisnis. Dengan kata lain akuntan harus memutuskan biaya yang telah jatuh tempo dan karena itu harus dicocokkan terhadap pendapatan dalam laporan laba rugi, dan mana biaya yang masih belum jatuh tempo dan karena itu harus ditempatkan pada neraca sebagai residual/sisa (unmatched aset). dalam menggambarkan proses ini, paton dan littleton, agak puitis, menyatakan bahwa persediaan dan tumbuhan ... akumulasi biaya ke adalahtegangan, karena itu, menunggu nasib mereka. nasib mereka, tentu saja, adalah untuk berakhir pada laporan laba rugi. dengan demikian, kita dapat melihat bahwa konsep yang cocok adalah sangat penting dalam akuntansi biaya historis. itu adalah konsep yang memandu akuntan dalam menentukan mana biaya yang harus dipertimbangkan sebagai beban/expense. Istilah seperti biaya yang telah jatuh tempo untuk expense dan biaya amortisasi untuk aset non-moneter berasal dari biaya melampirkan teori yang diterapkan pada alokasi biaya historis.
Dilihat dari historical cost : dilihat dari pendapatan masa lampau dan di bandingkan dengan profit sehingga dapat menentukan laba rugi
Matching cost berhubungan historical cost untuk melihat sejarah dari akuntansi keuangan dari masa lampau sehingga dapat melihat apa yang terjadi. Hubungan dengan historical cost untuk mengetahui bahwa assets tersebut dapat didepersiasikan.

D.      Konservatisme
komponen lain yang penting adalah penerapan prosedur pencocokan konservatif. Beban harus dialokasikan sesegera mungkin, sedangkan pendapatan tidak harus diakui sampai ada kemungkinan besar bahwa mereka akan diterima. yaitu, terdapat kecurangan/kecondongan bias terhadap pengakuan beban vis a vis pengakuan pendapatan. landasan konsep konservatisme lainnya adalah bahwa peningkatan nilai aset tidak harus diakui, namun penurunan nilai harus menjadi—lebih rendah dari cost atau aturan pasar. penerapan prosedur tersebut berarti keuntungan yang dihitung secara konservatif dan berarti bahwa setiap aliran pendapatan potensial mengalir ke laporan laba rugi perlahan seiring waktu. misalnya, jika nilai aset meningkat karena peningkatan aliran potensi masa depan ekonomi kas; maka hanya diakui secara perlahan dalam pendapatan sebagai potensi peningkatan arus pendapatan mereka direalisasikan. dengan demikian, konsep coservatism memperkuat pendekatan transaksi dengan akuntansi (transaksi harus dibuktikan oleh baik kredit atau uang tunai) dan non-recognition event yang tidak dihasilkan dalam transaksi (seperti kenaikan harga). Contoh : utang garansi, kegiatan yang meyakinkan bahwa produknya tersebut bagus, memungkinkan utang tersebut tidak tertagih.

2. Dukungan dan Kritikan
A. Dukungan Historical Cost
Biaya historis telah diserang oleh banyak orang, terutama pada dasar bahwa historical cost tidak melaporkan realitas komersial atau memberikan penilaian up-to-date kekayaan bersih saat ini. Pembela telah menyajikan argumen berikut :
a) Biaya historis relevan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b) Biaya historis didasarkan pada aktual, bukan hanya mungkin, transaksi.
c) Sepanjang sejarah, laporan keuangan berdasarkan biaya historis telah ditemukan untuk menjadi berguna.
d) Konsep terbaik memahami keuntungan merupakan selisih harga jual atas biaya historis.
e) Akuntan harus menjaga integritas data mereka terhadap modifikasi internal.
f) Bagaimana informasi yang berguna adalah laba berdasarkan biaya saat ini atau harga keluar?
g) Perubahan harga pasar dapat diungkapkan sebagai data pelengkap.
h) Ada bukti cukup untuk membenarkan akuntansi biaya historis.

B. Kritik Akuntansi Biaya Historis
Tujuan akuntansi
Dalam akuntansi konvensional, tujuan pemberian informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi ditafsirkan sebagai penyusunan informasi dalam rangka urusan fungsi manajemen. Pengambilan keputusan ekonomi perlu penafsiran yang tajam. Dalam sejarahnya, akuntansi berperan membantu para pemakai laporan, padahal pemakai laporan lebih memerlukan informasi untuk masa depan, bukan masa lalu. Jadi para investor bukan hanya tertarik pada nilai investasi awal, tetapi lebih tertarik pada berapa nilai kenaikan atau penurunan investasinya sampai sekarang. Edward and Bell (1961: 17) mengatakan bahwa pengambilan keputusan ekonomi adalah berdasarkan pergerakan harga secara individual dan hubungan di antaranya. Data masa lalu sekedar perbandingan. Akuntansi harus mampu menghubungkan keduanya, yaitu antara perubahan harga dan harga masa lalu. Tanpa informasi tersebut keputusan ekonomi akan bias. Menurutnya kondisi masa lalu, meskipun mengandung kebenaran, tetap saja tidak mampu menditeksi kondisi pasar. Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan, sehingga termasuk melakukan perencanaan operasi perusahaan masa yang akan datang dan adanya perubahan harga.
Biaya historis memang banyak membantu, namun tidak cukup memuaskan dalam penilaian untuk pengambilan keputusan ekonomi. Ketika asset dibeli, biaya histories memang tepat, sebab menunjukan harga kini, tetapi dengan berlalunya waktu, biaya histories hampir pasti tidak akan relevan lagi. Dalam kondisi terjadi kenaikan harga, laba perusahaan akan terlalu tinggi, karena penyusutan asset yang terlalu kecil. Masalah ini menjadi berbahaya, karena dividen dibagikan berdasarkan laba akuntansi, begitu juga pajak. Satu-satunya alasan penggunaan biaya histories yang cukup kuat adalah adanya asumsi kelangsungan usaha.
selanjutnya, para kritikus akuntansi biaya historis telah berulang kali menyatakan bahwa sistem gagal dalam fungsi yang mendasarinya untuk menyediakan informasi yang obyektif. ada begitu banyak keputusan yang terkait dengan pencatatan, pengukuran dan pelaporan informasi bahwa sistem biaya historis jauh dari obyektif dan terbuka terhadap manipulasi. tahun 1998 yang dirilis AARF teori akuntansi monografi 10, pengukuran dalam akuntansi keuangan. monografi 10 (p.22) mempertanyakan validitas informasi biaya historis dan menyerang prinsip dasar dari sistem, yaitu bahwa informasi sejarah menjamin pemeliharaan modal dasar entitas.

Informasi untuk Pengambilan Keputusan
 Biaya historis tidak mencukupi untuk mengevaluasi keputusan bisnis. saat aset diperoleh, biaya historis aset ini relevan karena mengacu pada peristiwa saat ini. namun, setelah periode akuisisi berlalu itu adalah biaya tersebut tidak lagi biaya saat ini karena bisa saja nilai asset mengalami perubahan dan karenanya tidak lagi konsekuensial. keuntungan pada tahun tertentu dianggap mewakili kenaikan bersih nilai modal entitas untuk tahun itu - yaitu, kegiatan yang terjadi pada tahun tertentu yang meningkatkan modal entitas. modal dapat didefinisikan dalam beberapa cara. misalnya, dapat berguna bagi pengambilan keputusan, modal bisa berarti kemampuan operasi perusahaan (kemampuan untuk mempertahankan produksi), atau daya beli perusahaan (kemampuannya untuk bertransaksi di pasar). Dalam hal biaya historis, modal adalah investasi moneter asli dalam perusahaan.
Jika modal didefinisikan sebagai kemampuan operasi perusahaan, laba adalah perubahan kemampuan operasi perusahaan selama periode pelaporan. yaitu, laba adalah jumlah yang diperoleh setelah pemeliharaan modal fisik perusahaan. Informasi ini berguna untuk keputusan yang berfokus pada kemampuan entitas untuk mempertahankan produksi dan bersaing dengan pihak lain dalam industri di masa depan. jika keuntungan adalah perubahan dalam daya beli, konsep modal dipertahankan adalah modal keuangan yang diukur dari segi harga saat ini. lagi, informasi yang berguna karena memberikan informasi mengenai perubahan kapasitas masa depan entitas untuk bertransaksi di pasar.
kritikus berpendapat keuntungan yang dilaporkan dalam biaya historis tidak memiliki interpretasi prospektif. melainkan sepenuhnya retrospektif. akuntansi biaya historis mengadopsi konsep modal keuangan - modal dianggap sebagai investasi dollar nominal dalam perusahaan - daripada daya beli investasi. setelah tahun akuisisi, biaya historis tidak berkorelasi dengan peristiwa tahun itu. itu adalah fiksi yang diciptakan oleh prosedur akuntansi untuk percaya bahwa biaya historis sepenuhnya berkaitan dengan operasi saat ini. untuk mencocokkan biaya historis terhadap pendapatan saat ini tidak memungkinkan untuk pembagian dari total keuntungan dalam aktivitas operasi dan komponen memegang.
selanjutnya, historical cost melebih-lebihkan keuntungan dalam waktu kenaikan harga karena historical cost mengimbangi biaya historis terhadap arus pendapatan (digelembungkan). dengan demikian, itu bisa menyebabkan penurunan tanpa disadari dari modal di mana modal didefinisikan dalam hal kemampuan entitas untuk menghasilkan, bertransaksi, atau beroperasi ke masa depan. angka keuntungan di bawah harga perolehan dapat menipu manajemen sejauh bahwa dividen yang dibayarkan bisa melebihi keuntungan nyata tahunan dan mengikis modal dasar.
biaya historis mungkin lebih objektif daripada harga saat ini tapi kritikus menyatakan bahwa relevansinya bagi pengambilan keputusan sangat dipertanyakan. fakta bahwa beberapa pengecualian (misalnya lebih rendah biaya dan aturan nilai realisasi bersih untuk persediaan) mengungkapkan bahwa alasannya adalah cacat. komentar sterling, biaya bukan merupakan prinsip dasar akuntansi melainkan merupakan turunan dari prinsip konservatisme penilaian.

Dasar Biaya Historis
Salah satu pembenaran untuk penggunaan biaya historis adalah asumsi kelangsungan usaha. Dianggap bahwa kehidupan perusahaan adalah tidak terbatas, sehingga harapan normal mengenai item non moneter akan terpenuhi. Inventori dapat diharapkan akan dijual, dan aktiva tidak lancar akan sepenuhnya digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu, biaya historis aktiva, atau yang sebagian dialokasikan itu, adalah jumlah yang tepat agar sesuai/setara dengan pendapatan.

Sesuai/sepadan
Pada pemeriksaan lebih dekat pada teori konvensional, kita menemukan bahwa asumsi kelangsungan hidup usaha (going concern) tidak menggaris bawahi penggunaan pada biaya historis. Agaknya, pada pelaporan adalah konsep biaya historis. Konsep pencocokan (matching)  mengharuskan bahwa ketika pendapatan yang diperoleh, beban yang terjadi pada pendapatan tersebut akan dicocokkan (offset) terhadap pendapatan untuk menghitung laba. akuntansi konvensional ditambah penekanan pada menentukan apakah biaya harus dikurangkan dari pendapatan dalam periode berjalan atau ditangguhkan untuk masa mendatang. Sprouse berpendapat bahwa pencocokan tidak memerlukan konsep pendapatan untuk melayani sebagai dasar untuk membuat penilaian mereka. pada kenyataannya, katanya, sebagian besar kasus pencocokan biaya dan pendapatan adalah sebuah kemustahilan praktis. apa yang kita kenal sebagai pencocokan pada dasarnya adalah proses memanggil dari keputusan acak yang akan dibuat, daripada analisis yang konsisten. Sprouse menggambarkan proses sebagai salah satu yang mirip dengan menilai kontes kecantikan di mana juri memberikan suara mereka sesuai dengan preferensi pribadi mereka untuk menggambarkan pemenang, karena tidak ada konsep yang dibentuk ada untuk memastikan kecantikan, sama halnya dengan ada satu pun untuk menentukan pencocokan yang tepat.
Sepanjang hal yang sama, Thomas berpendapat bahwa pernyataan tentang pencocokan, dan alokasi biaya tertentu, adalah 'tidak dapat diperbaiki', yaitu, mereka tidak mampu menjadi diverifikasi atau disangkal. Tidak ada cara untuk memilih salah satu metode terhadap metode yang lain kecuali sewenang-wenang/arbitrarily. Jika kita percaya dalam pencocokan, maka kita harus mampu mendukung metode tertentu yang sesuai dengan bukti empiris.

Pengertian Tentang Kebutuhan Investor
Telah ada pendapat bahwa historical cost, dalam menentukan laba, menyebabkan distorsi atau penyembunyian pengungkapan.Whitman dan Shubik berpendapat bahwa masalah ini muncul karena tujuan dari akuntansi biaya konvensional historis salah untuk dipahami, bahwa :
a) akuntan memiliki naif, pandangan sederhana tentang investor dan kebutuhan mereka
b) akuntan menerima gaya lama. pandangan fundamentalis tentang bagaimana perusahaan dan sahamnya harus dianalisis.
Diketahui bahwa ada perbedaan antara analisis pangsa pasar dan analisis perusahaan. Untuk yang pertama, analisis terutama terdiri dari mencoba untuk memastikan apa yang investor pikirkan. Pengikut perspektif ini tidak benar-benar khawatir tentang fakta perusahaan, tetapi tentang psikologi pasar. Mereka tertarik pada apa yang  Keynes sebut 'pendapat rata-rata berpendapat rata-rata'. Menurut Whitman dan Shubik, alasan untuk penekanan ini pada psikologi investor daripada kenyataan perusahaan bahwa :
a) Investor biasanya memiliki sedikit pengetahuan tentang perusahaan, manajemen, kebijakan dan tujuan tersebut, peluang dan masalah.
b) investor sebagai pemegang saham mengambil peran pasif karena mereka dalam posisi untuk mengubah cara sumber daya perusahaan digunakan.
c) Investor yang ideal dengan efek yang sangat berharga dan karena itu bergerak masuk dan keluar dari situasi yang mudah.
d) Investor mengembangkan pandangan jangka pendek karena ekonomi investasi pangsa pasar diarahkan untuk tujuan itu.

CURRENT COST ACCOUNTING
Tujuan akuntansi biaya sekarang (Current Cost Accounting)
Akuntansi biaya sekarang (CCA) adalah sistem akuntansi dimana aset dinilai berdasarkan harga pasar saat membeli dan laba ditentukan oleh alokasi berdasarkan pada biaya saat ini.
Apa tujuan dari current cost? Perlunya pertimbangan manajer dihadapkan dengan keputusan dalam menjalankan bisnis. Satu asumsi kita bisa buat adalah bahwa manajer dari suatu perusahaan ingin mengetahui bagaimana mereka harus mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan.
Edward dan Bell mengungkapkan masalah mendasar dalam hal tiga pertanyaan.
•Berapa jumlah aset harus dilakukan pada waktu tertentu? Ini adalah masalah ekspansi.
•Apa yang harus menjadi bentuk aset ini? Ini adalah masalah komposisi.
•Bagaimana seharusnya aset yang akan dibiayai? Ini adalah masalah pembiayaan.
Manajer membuat keputusan terhadap tiga pertanyaan berdasarkan harapan tentang peristiwa masa depan. Manajer harus mengevaluasi kegiatan masa lalu dan keputusan. Berguna dan sebagai alat dalam evaluasi ini adalah perbandingan data akuntansi untuk suatu periode tertentu dengan harapan ditentukan untuk periode tersebut. Jika perbandingan ini menunjukkan bahwa harapan itu tidak akurat, kejadian terkini atau harapan harus diubah. Contoh, jika data akuntansi mengungkapkan bahwa total biaya bahan baku lebih tinggi dari dianggarkan, karenanya perusahaan perlu untuk mengubah harapan masa depan harga bahan baku dan keputusan pada nilai anggaran bagaimana untuk total biaya bahan baku di masa mendatang. Untuk informasi akuntansi berguna dalam pengambilan keputusan, harus mengukur peristiwa-peristiwa aktual suatu periode seakurat mungkin.
Jika informasi yang mencakup kejadian periode sebelumnya dicampur dengan kejadian terkini atau jika menghilangkan beberapa kejadian terkini, proses evaluasi menjadi bingung dan kegunaan evaluasi akan berkurang.
Edward dan Bell mempertimbangkan pergerakan harga dalam suatu periode tertentu adalah peristiwa-peristiwa yang penting bagi manajemen. Meskipun Edward dan Bell menekankan kebutuhan informasi manajemen, mereka berpendapat bahwa banyak data juga relevan untuk orang luar. Seperti pemegang saham dan kreditur. Pemegang Saham dan kreditur juga tertarik dalam mengevaluasi kinerja manajer, dan dengan demikian juga perusahaan.
Berdasarkan teori ini, informasi akuntansi memberikan dua tujuan:
•Evaluasi oleh manajer terhadap keputusan masa lalu mereka dan untuk membuat keputusan terbaik untuk masa depan.
•Evaluasi manajer oleh pemegang saham, kreditur dan lain-lain.
Evaluasi oleh kedua orang dalam dan luar menyediakan sarana untuk keberhasilan fungsi ekonomi karena, secara teoritis, maka sumber daya akan dialokasikan lebih efisien.

Konsep Laba Usaha dan Keuangan Modal
Berkenaan dengan laba, manajemen sering menghadapi dua keputusan:
- Holding decisions tentang apakah akan 'ditahan' aset dan kewajiban atau untuk membuangnya (misalnya melalui penjualan aset atau pembayaran utang)
- Operating decisions tentang bagaimana menggunakan dan membiayai operasi entitas.
Untuk mengevaluasi baik holding dan operating keputusan manajer, Edwards dan Bell menawarkan konsep laba yang mereka sebut 'laba bisnis' yang terdiri dari:
(1) laba operasi saat ini dan
(2) penghematan biaya realisasi.
Laba operasi lancar merupakan selisih lebih dari nilai saat ini dari output terjual dengan biaya beli saat ini. Penghematan biaya realisasi adalah peningkatan biaya saat ini aset yang dimiliki oleh perusahaan pada periode berjalan. Mencakup baik perubahan Realisasi biaya yang belum direalisasi. Laba usaha itu dihitung secara riil, yaitu yang 'fiksi' elemen karena perubahan tingkat harga umum dihilangkan. Istilah untuk penghematan biaya realisasi adalah “holding gains/losses”, yang dapat maupun yang belum direalisasi. Karena biaya penggunaan sumber daya yang cocok dengan harga beli saat ini, semua aset dan kewajiban juga diukur pada harga beli saat ini dan muncul dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai kontemporer.
Modal adalah konsep kepemilikan keuangan real yang berarti laba yang ditentukan setelah nilai pembelian/ pembukaan (modal) pada tingkat harga umum, laba adalah peningkatan laba usaha dan holding gains and losses setelah disesuaikan untuk setiap kenaikan atau tingkat  penurunan harga secara umum.

Holding Gains and Losses
Asumsi mendasar sebuah laba bisnis adalah bahwa penggabungan holding gains/losses dan operating gains/losses membingungkan evaluasi keputusan manajemen dan  menghalangi alokasi sumber daya dalam perekonomian. Konsep laba usaha memungkinkan pemisahan komponen ini. Holding komposisi aktiva dan kewajiban tertentu adalah salah satu cara manajemen berusaha untuk meningkatkan posisi pasar perusahaan. Dalam historical cost, gains dicatat hanya pada saat aktiva tersebut dilepaskan. Oleh karena itu, menentukan apakah kegiatan pengelolaan akan berhasil atau tidak hampir tidak mungkin, kecuali untuk aktiva yang dibeli dan dijual pada periode yang sama. Serta berdasarkan akuntansi biaya historis, ketika perusahaan membandingkan, kita mungkin akan disesatkan untuk perusahaan yang lebih efisien.
Pembenaran lain mungkin untuk penyertaan holding gains sebagai keuntungan adalah untuk mengatakan bahwa apresiasi nilai adalah sebuah fenomena ekonomi aktual yang dapat direalisasikan jika perusahaan itu menjual aset tersebut. Namun, beberapa akuntan berpendapat bahwa pembelian aset perusahaan yang paling untuk digunakan dalam operasi perusahaan, tanpa perubahan harga. Oleh karena itu, kemungkinan likuidasi aset adalah realistis. Selain itu, alasannya adalah tidak pantas untuk konsep biaya saat ini karena penekanannya pada nilai likuidasi atau harga keluar, sedangkan saat ini biaya pengukuran akuntansi aset pada entri (biaya) nilai.
Revsine berpendapat bahwa komponen laba likuidasi berorientasi pada konsistensi dengan informasi kebutuhan investor. Investor khawatir dengan arus kas masa depan perusahaan, terutama dalam hal dividen kepada diri mereka sendiri dan hasil dari penjualan saham mereka. Dalam jangka panjang, keuntungan dan dividen berkaitan langsung dengan menggunakan aktiva operasi, tidak melikuidasi mereka.
Argumen Revsine menyiratkan bahwa arus keuntungan biaya adalah indikator utama arus kas masa depan, pembenaran teoritis hubungan ini adalah hubungan antara laba biaya saat ini dan keuntungan ekonomi. Laba ekonomi didefinisikan sebagai selisih antara nilai (diskon) kini dari arus kas bersih yang diharapkan dari suatu perusahaan, tidak termasuk investasi tambahan dan distribusi kepada pemilik.
Laba ekonomi dapat dibagi dalam dua bagian : arus kas didistribusikan atau laba yang diharapkan dan laba yang tak terduga. Komponen ini didefinisikan sebagai:
Laba yang diharapkan = tingkat pengembalian pasar (market rate of return) dikali nilai awal aktiva bersih (beginning value of net asset)
Laba tak terduga = kenaikan sporadis atau penurunan nilai kini aktiva bersih karena perubahan ekspektasi tentang tingkat arus kas masa depan.
Laba yang diharapkan mengukur arus kas perusahaan mampu menghasilkan tak terbatas, sedangkan laba tak terduga mengukur perubahan arus kas karena faktor lingkungan yang tidak diprediksi pada awal periode. Dalam ekonomi persaingan sempurna, keuntungan biaya saat ini identik dengan keuntungan ekonomi. Laba usaha lancar pada saat ini, sama dengan biaya dengan komponen arus kas didistribusikan atau keuntungan yang diharapkan. Holding gains secara langsung berhubungan dengan laba tak terduga. Termasuk keuntungan sebagai komponen laba mencerminkan pandangan modal keuangan. Setiap jumlah pada akhir periode yang melebihi jumlah yang diinvestasikan pada awal periode, tidak termasuk investasi tambahan dan distribusi kepada pemilik, adalah keuntungan. Oleh karena itu, laba adalah bagian dari keuntungan. Hasil investasi adalah sejumlah uang yang melebihi nilai investasi (disesuaikan dengan inflasi).

Financial Capital vs Physical Capital
Berdasarkan sistem nilai pasar perhitungan laba bergantung pada ukuran modal. Artinya, laba lebih tepat didefinisikan sebagai perubahan modal selama periode pelaporan dan bukan sebagai alokasi biaya perolehan yang ditentukan oleh banyak konvensi akuntansi. Dalam akuntansi current cost ada dua pandangan dasar dan bersaing tentang apa yang merupakan modal awal dan akhir konsep keuangan dan konsep fisik.
Dari sudut pandang praktis, yang utama antara konsep modal keuangan dan konsep modal fisik adalah apakah atau tidak holding gains(or losses) dimasukkan dalam laporan laba.Secara kuantitatif, perbedaan antara dua sudut pandang adalah bahwa holding gains termasuk dalam keuntungan pada modal keuangan dan dikeluarkan dari modal fisik.



Dalam Dukungan Modal Fisik
Para pendukung modal fisik berpendapat modal yang merupakan unit fisik yang menunjukkan kemampuan operasi perusahaan. Dalam hal ini, contohnya: perusahaan memiliki 100 unit di awal, jika modal harus dipertahankan, maka harus menjadi posisi untuk membeli 100 unit pada periode. Karena harga naik $ 2 per unit, perusahaan memerlukan dana sebesar $ 200 lebih pada  periode untuk mempertahankan kemampuan awal operasinya. Jadi, $ 200 bukan holding gains, tetapi penyesuaian pemeliharaan modal.
SebagaImana dicatat sebelumnya, dimasukkannya holding gains sebagai keuntungan terutama didasarkan pada dua argumen :
• Mereka adalah penghematan biaya
• Mereka merupakan peningkatan arus kas masa depan atas aset yang bersangkutan.
Samuelson berpendapat bahwa perubahan-perubahan dalam biaya saat ini harus menjadi penyesuaian pemeliharaan modal. Mengenai penghematan biaya, ia menunjukkan bahwa pemisahan antara induk kegiatan dan aktivitas operasi tidak begitu jelas. Samuelson lebih lanjut menyatakan bahwa penghematan biaya merupakan peluang keuntungan yang dihasilkan dari mengambil salah satu tindakan. Setelah aset tersebut diperoleh, biaya adalah 'sunk cost' yang tidak dapat dihindari oleh setiap tindakan di masa depan. Satu-satunya alternatif adalah menjual aset atau terus menggunakannya.
Mengenai argumen dari korespondensi yang ada antara perubahan dalam biaya saat ini dan nilai (diskon) kini aset, asumsi bahwa perubahan dalam biaya saat ini berkorelasi positif dengan perubahan nilai realisasi bersih dari aset. Untuk aset tidak lancar, arus kas individu tidak dapat diidentifikasi. Hal ini diperlukan, untuk melihat korelasi antara biaya saat aktiva tersebut dan nilai kini dari seluruh perusahaan, karena arus kas dikaitkan dengan aktiva tidak lancar yang diwakili oleh arus kas yang diperoleh dari penjualan output perusahaan. Samuelson berpendapat bahwa perubahan dalam biaya sekarang dari aktiva tidak lancar yang juga digunakan oleh industri lain, tidak perlu menyiratkan perubahan pada nilai sekarang dari arus kas dari penjualan produk untuk perusahaan-perusahaan tertentu, misalnya, industri yang mungkin mengalami permintaan yang lebih besar untuk produk sehingga memperoleh lebih dari aktiva tidak lancar x, sehingga menaikkan harga sebesar x, peningkatan biaya sebesar x tidak berarti penjualan masa depan lebih besar untuk sebuah perusahaan yang di industri b dan juga menggunakan x. Karena kesulitan ini, Samuelson percaya bahwa holding gains tidak boleh dimasukkan dalam laporan laba. Ia mendukung posisi modal fisik.

Fitur Utama dari Sistem Kapasitas Fisik
Kapasitas Pemeliharaan
Sistem current cost ini didasarkan pada konsep entitas utuh mempertahankan kemampuan perusahaan untuk terus memberikan jumlah yang sama barang dan jasa pada kemampuan operasinya.
Jika tidak ada perubahan teknologi, pemeliharaan modal membutuhkan bahwa stok fisik awal aktiva bersih dipertahankan. Hal ini dicapai dengan pencocokan penggunaan sumber daya dengan menggunakan harga beli saat ini dan memastikan nilai pembelian item moneter umum dipertahankan, menggunakan konsep ini, dana yang cukup dipertahankan dalam perusahaan untuk membiayai semua penggantian pemulihan aset dari beban. Informasi ini juga dapat digunakan untuk menghitung harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan masukan dan untuk menghitung harga minimum di mana perusahaan itu saat menjual output dengan asumsi kontinuitas dan tidak likuidasi.
Sistem ini didasarkan pada konsep ekonomi analisis marjinal di pasar faktor. Kekuatan pasar, seperti perubahan permintaan dan penawaran, dan operasi untuk mempengaruhi harga di pasar faktor. Hasilnya adalah bahwa upah dan input variabel lain untuk produksi, serta harga pembelian aktiva tetap, terus berubah. Hal ini berpendapat bahwa perusahaan harus menyesuaikan operasi untuk mengambil keuntungan dari perubahan ini terus-menerus di pasar faktor dalam rangka untuk tetap kompetitif dan efisien. Logika ekonomi menunjukkan bahwa efisiensi operasi optimal terjadi dimana pada volume tertentu output diproduksi pada biaya peluang pasar total minimum dari input faktor. Sebagai contoh, jika biaya variabel, (seperti upah) meningkat, maka metode modal yang lebih intensif produksi akan dibutuhkan untuk mengurangi input tenaga kerja dan meminimumkan biaya. Menggunakan biaya tetap sebagai contoh lagi, jika harga pasar tanah perusahaan dan bangunan meningkat, mereka harus digunakan lebih intens dalam proses produksi, disewakan, atau dijual suatu operasi dipindahkan ke lokasi yang lebih murah. Harga beli sekarang atau entri harga ukuran relevan biaya peluang di pasar faktor dan harus digunakan sistem ini.

EXIT PRICE ACCOUNTING
Pendapatan dan modal
Exit price accounting merupakan sistem akuntansi yang menggunakan harga jual pasar untuk mengukur posisi keuangan perusahaan dan kinerja keuangan.
Memiliki dua hal utama dari biaya historis konvensional:
- Nilai aktiva non-moneter disesuaikan untuk mengukur perubahan harga jual pasar khusus untuk aktiva dan mereka dimasukkan dalam pendapatan sebagai keuntungan yang belum direalisasi.
- Perubahan daya beli umum uang dipertimbangkan ketika mengukur modal keuangan dan hasil usaha.

Aset di neraca disajikan kembali sebesar nilai keluar (harga jual) sehingga mereka mewakili 'nilai pasar wajar' kepada perusahaan dalam likuidasi, yaitu tidak dalam situasi 'fire-sale'.
Laporan laba rugi merupakan laba (rugi) usaha serta keuntungan disesuaikan dengan inflasi dari aset induk. Oleh karena itu, laba diukur dengan konsep 'komprehensif' yang mengukur perubahan nyata total nilai semua elemen yang diakui dari ekuitas, dan mewakili akuntansi surplus bersih .Akuntansi surplus bersih adalah ketika laporan laba rugi menghubungkan keseimbangan neraca penutupan, dan tidak ada penyesuaian yang dibuat langsung ke cadangan.

Tujuan akuntansi
Pengambilan Keputusan Adaptif
Ketika perusahaan membeli aktiva tidak lancar, ia akan berubah kemampuannya untuk beradaptasi. Jika aset tersebut dibeli untuk kas, penurunan saldo kas perusahaan berkurang kebebasannya untuk lay out kas untuk investasi lainnya. Jika aset tersebut dibeli secara kredit, hal ini mengurangi kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit lebih lanjut. Tetapi konsep perilaku adaptif melihat perusahaan selalu siap untuk tindakan membuang aset merupakan yang terbaik.
Maka, perusahaan akan menjaga aktiva tidak lancar hanya apabila nilai sekarang dari arus kas masa depan bersih dari penggunaan aktiva lebih besar dari nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan bersih dari investasi alternatif keluar nilai aset tersebut.
Pada setiap waktu, oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan apakah kesempatan alternatif untuk keuntungan yang lebih besar ada untuk aset non-lancar jika mereka dijual dan hasil investasi. Ini adalah konsep biaya peluang, yang menggunakan harga jual dan bukan harga penggantian aset, sebagai basis pengukuran.
Tapi konsep perilaku adaptif melihat perusahaan sebagai selalu siap untuk membuang aset jika tindakan ini adalah kepentingan yang terbaik.
Chamber mengakui bahwa setiap aset, pada prinsipnya, sebuah nilai tukar (harga keluar) dan nilai pakai. Nilai pakai (nilai sekarang) pada dasarnya adalah sejumlah nilai yang dihitung dari harapan sekarang dan chambers berpendapat bahwa itu merupakan keyakinan tentang masa depan, bukan fakta sekarang.

Argumen untuk exit price accounting
Menyediakan informasi yang berguna
Perusahaan bisnis terutama dimiliki langsung oleh orang atau mitra kelompok kecil. Akuntan yang menyiapkan laporan keuangan memiliki kewajiban untuk : pemilik, yang mengelola bisnis dan tahu semua rinciannya, dan kreditur, yang tertarik terutama dalam kemampuan pemiliknya untuk membayar rekening atau pinjaman saat jatuh tempo.
Solusi ideal dipandang untuk akuntan untuk melaporkan semua keuntungan dan kerugian seperti nilai seperti yang ditentukan dalam pasar yang kompetitif. Namun, tidak semua aset memiliki nilai pasar.
Oleh karena itu MacNeal menyarankan bahwa harus bisa diterapkan ke nilai:
- efek aset pada harga pasar (exit price)
- aktiva yang dapat diandalkan dengan biaya pengganti.
- kadang-kadang non-marketable, non-reproducible aset pada biaya historis.
Keuntungan harus mencakup semua keuntungan maupun yang belum direalisasi dan kerugian sesuai dengan prinsip surplus bersih.

Relevan dan informasi yang dapat dipercaya.
Untuk menjadi relevan, informasi harus berguna dalam model keputusan pengguna laporan akuntansi. Model keputusan, pada gilirannya, memungkinkan pengguna untuk menentukan tindakan untuk mengambil dari beberapa alternatif. Jika tidak ada kendala, informasi dapat dikumpulkan yang relevan untuk setiap user untuk atau masalahnya diberikan dan model keputusan. Namun, kendala ada karena informasi sumber daya produksi langka dan mahal. Masalahnya adalah untuk memilih model keputusan yang sesuai dengan menilai kemampuan model untuk memprediksi konsekuensi dari program alternatif yang tersedia saat tindakan.

Additivity
Cahmbers mempertimbangkan masalah aditif menjadi faktor kunci dalam mendukung akuntansi CCE. Produk utama dari sistem akuntansi laporan akuntansi - neraca dan laporan laba rugi. Jika kita memberikan nilai yang berbeda dengan karakteristik yang relatif kecil dari fakta dan menggunakan skala pengukuran relatif kecil, maka tidak ada arti tertentu atau komersial dapat dideduksi dari agregat - mereka tidak dapat secara logis ditambahkan bersama-sama. Sebagai contoh, kita tidak bisa nilai kewajiban sebesar harga perolehan (surat hutang), beberapa aset sebesar biaya penggantian (persediaan), yang lain sebesar nilai kini (sewa aset) dan yang lain di setara kas (debitur) dan memperoleh neraca yang sesuai. Juga tidak bisa kita gunakan untuk mencampuradukan biaya historis pada tanggal yang berbeda dan makna berbeda pada perhitungan aktiva bersih.
Maka, penilaian dari semua elemen dalam neraca dan laporan laba rugi pada setara uang mereka (nilai keluar), menyediakan satu aturan yang dapat diterapkan secara konsisten terhadap perusahaan manapun. Sistem ini berkonsentrasi pada pengukuran kemampuan keuangan penting - uang dan setara uang. Itu membuat tidak menggunakan karakteristik fisik atau aset lainnya.

Alokasi
Thomas mengeluhkan kenyataan bahwa sistem akuntansi biaya (historis dan arus) sangat bergantung pada alokasi exit price adalah bahwa laporan keuangan bebas alokasi. Laporan laba-rugi tidak dapat melaporkan perubahan dalam jumlah yang dialokasikan, tapi melaporkan arus masuk aktiva dan perubahan nilai-nilai keluar dari aset perusahaan dan kewajiban dalam suatu periode tertentu. Laba menampilkan jumlah perubahan daya beli riil dari aktiva bersih, tidak termasuk investasi tambahan oleh dan distribusi kepada pemilik.
Kenyataan
Exit price melibatkan referensi untuk contoh-contoh yang nyata karena, berpendapat bahwa mengacu pada saat ini, harga pasar sebenarnya. Penyusutan tidak didefinisikan dengan cara konvensional, namun dalam arti ekonomi penurunan harga pasar. Penyusutan tidak mungkin terjadi dalam beberapa tahun jika harga naik atau tetap konstan. Jika tidak ada nilai realisasi dapat dikaitkan dengan item, maka item tersebut akan memiliki saldo nol. Selain itu, dipertukarkan adalah bagian dari definisi suatu aset sehingga goodwill tidak dapat dijual secara terpisah, tidak termasuk dari pertimbangan. Dengan dua kendala - dipertukarkan dan adanya harga jual - semua item pada laporan keuangan dapat dikuatkan dengan bukti nyata-dunia.

Obyektifitas
Hal ini sering dikatakan bahwa harga pasar saat ini tidak objektif. Namun, beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa harga pasar relatif lebih objektif daripada kebanyakan orang percaya. Parker melakukan studi penelitian tentang perbandingan relatif dan objektivitas untuk exit price dan jumlah biaya historis tercatat. Objektivitas didefinisikan sebagai konsensus di antara penilai. Komparatif didefinisikan sebagai sebuah konsensus dalam pengukuran. Menggunakan 148 perusahaan bisnis, Parker menunjukkan bahwa untuk mengukur objektivitas dan komparatif, exit price mengungkapkan dispersi kurang dari jumlah tercatat. Penyebab utama dari kurangnya objektivitas nilai tercatat adalah dispersi estimasi akuntansi di masa manfaat dan nilai sisa. McKeown juga menerapkan model ruang untuk sebuah perusahaan berukuran sedang jalan kontraksi, dan menyimpulkan dengan analisa statistik bahwa metode yang digunakan untuk menentukan exit price adalah objektivitas lebih (diverifikasi) daripada metode berdasarkan Financial Accounting Standard. Dalam studi lain, McKoewn dibandingkan empat model yang diusulkan dengan metode GAAP untuk objektivitas mereka (verifiability) dan menyimpulkan bahwa model CCE adalah yang paling objektivitas.

Ukuran risiko
Exit price dan perubahan exit price juga bisa menjadi indikasi risiko keuangan pembelian aset. Misalnya, jika sebuah perusahaan pembelian aset dengan nilai keluar yang berbeda secara signifikan dari harga entri, maka aset tersebut adalah proposisi berisiko. Informasi keuangan menunjukkan bahwa pembelian aset tersebut harus merupakan proposisi jangka panjang dimana nilai ekonomi yang ditemukan oleh nilai pakai, Sebaliknya, jika exit price meningkat secara drastis, biaya peluang meningkat kembali dan harus dioperasikan dengan lebih efisien.
Untuk memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi posisi risiko dan kinerja dalam mengelola risiko keuangan yang signifikan dengan rancangan standar akan membutuhkan:
1. deskripsi dari setiap risiko keuangan yang signifikan dan tujuan perusahaan serta kebijakan untuk mengelola risiko tersebut.
2. informasi tentang dampak risiko tersebut terhadap laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan kinerja keuangan.
3. Informasi mengenai metode dan asumsi utama yang digunakan untuk memperkirakan nilai wajar instrumen keuangan.

Argumen yang bertentangan dengan exit price.
Konsep laba
Mengingat bahwa keuntungan adalah ukuran efektivitas kinerja aktual perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dipercayakan, Bell menyatakan:
Aktiva tertentu telah dibeli dengan rencana operasi yang direncanakan. Rencana itu, operasi-operasi, memang orang-orang yang telah mengembangkan rencana harus dievaluasi alternatif-altenatif tentang masa depan yang dianggap, dan tugas akuntan untuk memberikan data untuk mengevaluasi.
Setelah evaluasi ini dibuat, perusahaan dapat memutuskan apakah akan terus menggunakan aset yang diperoleh untuk tujuan tersebut atau untuk menjualnya dan menggunakan hasil itu dalam beberapa alternatif lain. Konsep bermakna laba, oleh karena itu pengukuran kinerja dalam hal yang seharusnya. Hanya setelah rencana yang diharapkan dalam hal hasil yang dibuat dapat kita melanjutkan ke tahap berikutnya untuk menentukan apakah rencana itu harus diubah dan aktiva yang dijual. Di sisi lain, keluar pengukuran harga memerlukan konsep keuntungan di mana rencana selalu untuk memaksimalkan setara kas aktiva bersih selama periode pendek periode yang berurutan. Bell berpendapat bahwa untuk perusahaan lain dari satu yang berkaitan dalam operasi perdagangan paling sederhana, seperti yang diteliti oleh Strelling, 'seperti pandangan dari perusahaan, tujuan dan modus yang berpikir, hanya akan tampaknya tidak berlaku. Argumen yang bertentangan dengan exit price yang harus mengukur peristiwa masa lalu, yang benar-benar terjadi, daripada yang mungkin terjadi jika perusahaan melakukan sesuatu yang lain dari apa yang direncanakan.

Additivity
Pendukung exit price mengklaim bahwa pengukuran akuntansi, jika mereka harus objektif, harus didasarkan hanya pada nilai masa lalu dan kini. Perhitungan antisipasi tidak dapat ditambahkan bersama-sama dengan angka saat ini. Pengkritik menunjukkan, bagaimanapun, arus kas yang setara aset ditentukan berdasarkan asumsi likuidasi bertahap dan teratur. Jika itu terjadi, peristiwa masa depan harus diasumsikan ketika setara kas saat ini tercatat pada tanggal neraca. Nilai realisasi untuk sebuah aset yang harus dijual segera di dalam likuidasi mungkin memaksa sangat menyimpang dari likuidasi, bertahap teratur. Jika, pada kenyataannya, antisipasi tidak dapat dihindari dalam setara kas memastikan saat ini, maka model exit price sendiri melanggar prinsip eksklusi perhitungan antisipatif.

Penilaian kewajiban
Chambers berpendapat bahwa hutang obligasi secara efektif berbentuk modal dan harus dinyatakan sebesar nilai nominal, bukan di nilai pasar. Ini telah membuat inkonsistensi, karena obligasi sebagai aktiva harus dinyatakan sebesar nilai pasar. Dalam pertahanan, Chambers menyatakan bahwa pada waktu tertentu, terlepas dari harga di pasar, perusahaan yang berutang kepada pemegang obligasi hanya sebesar jumlah kontrak obligasi, karena itu adalah jumlah kontrak yang relevan dalam menilai posisi keuangan saat ini. Dalam kebanyakan kasus, ini setara dengan nilai nominal. Tapi kritikus tidak yakin karena, menurut definisi, posisi keuangan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk terlibat dalam transaksi. Hal ini secara logis menyiratkan kemampuan perusahaan untuk pasar untuk membeli obligasi sendiri dengan harga pasar.

Current Cost or Exit price
Satu pertanyaan sangat penting dalam memutuskan apakah akan menggunakan current cost atau exit price. Di tahap mana dari siklus operasi, exit price mendominasi penilaian aset?
Teori current cost berpendapat bahwa harga entri adalah ' metode penilaian normal' dibandingakan exit price karena alasan berikut:
- Menggunakan harga keluar (exit price) mengarah ke revaluasi anomali atas perolehan karena segera setelah nilai pembelian biasanya harga jatuh sehingga kurang dari harga perolehan.
- Menggunakan harga keluar(exit price) menyiratkan pendekatan jangka pendek untuk operasi bisnis karena salah satu tertarik pada nilai-nilai disposisi dan likuidasi.
- Menggunakan harga keluar (exit price) untuk persediaan barang jadi mengarah pada antisipasi terhadap laba operasi sebelum titik skala karena persediaan dinilai lebih dari biaya saat ini.

Value in Use Vs Value in Exchange
Staubus menunjukkan bahwa sejumlah faktor yang umum untuk setiap viewpoint :
- pengamatan harga pasar lebih relevan untuk pengambilan keputusan keuangan.
- keandalan yang dibutuhkan oleh sistem pengukuran, yaitu penilaian tidak bergantung pada alokasi subjektif.
- aditif (pengukuran) dari fenomena ekonomi adalah dibuat dalam satuan yang sama, disesuaikan dengan pergerakan inflasi dan harga.
Ini dapat digambarkan oleh beberapa keputusan aturan sederhana yang menggunakan kembali akuntansi (EXA dan CCA) dalam hubungannya dengan kebutuhan net present value (NPV):
Jika CCA> EXA, dan CCA> NPV, maka aset memiliki nilai di saat ini digunakan - mempertahankan operasi saat ini.
Jika EXA> CCA, dan CCA> NPV, lalu melikuidasi aset saat ini yang digunakan – dan terus-menerus aset tersebut beradaptasi untuk alternatif investasi lainnya.
Jika EXA>CCA, dan CCA < NPV ,maka melikuidasi dan menghentikan semua operasi.

Perspektif global dan International Financial Reporting Standards
Current Cost Accounting ini telah, atau direkomendasikan untuk digunakan, pada tahap tertentu yaitu selama tahun 1970-an dan 1980-an di Amerika Serikat, United Kingdom dan Australia dan kemudian ditinggalkan. Kebanyakan sistem didasarkan pada modal fisik dan tidak mengakui holding gains sebagai pendapatan. Pemeriksaan IFRS menunjukkan bahwa historical cost accounting umum dipakai dan masih berlaku umum dari beberapa jenis nilai standar akuntansi yang berlaku. Namun, metode pengukuran tidak secara fundamental didorong oleh prinsip-prinsip yang nyata dan terakhir IASB standar akuntansi telah mengambil pendekatan sedikit demi sedikit untuk penilaian. Pengukuran yang berbeda digunakan untuk nilai aktiva dan kewajiban menurut situasi yang spesifik. Pengatur standar telah dikompromikan dalam masalah ini dengan mendukung definisi yang tidak jelas dari "nilai wajar" daripada merekomendasikan satu metode akuntansi mencakup semua pengukuran. Ini tercermin dalam konsep pengukuran yang berbeda yang digunakan dalam standar dan beberapa berpendapat bahwa hal itu mencerminkan pengukuran dari konsep teoritis pemeliharaan modal. Menurut Horton dan Macve, IASB bergerak menuju pendekatan nilai keluar (exit price) dan pada tahun 2004, mengusulkan sistem yang didasarkan pada akuntansi nilai wajar di mana semua kenaikan nilai wajar akan dianggap menjadi bagian dari laporan laba rugi. Namun, pada tahap saat ini, pendekatan IASB dapat dilukiskan sebagai pendekatan penilaian dicampur dengan fair value accounting kadang-kadang didefinisikan sebagai current market entry cost prices tetapi juga sebagai nilai historis, harga jual dan discounted cash flow masa depan.

Issues For Auditors
Auditor harus memperoleh bukti yang cukup dan sesuai pada penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap laporan keuangan. Berbagai risiko audit muncul dengan model pengukuran campuran. Beberapa risiko ini ditangani oleh auditor dengan mendapatkan penilaian ahli independen dan lainnya dengan menguji asumsi dasar untuk manajemen dan input data ke model penilaian. Risiko dari salah saji yang lebih tinggi dalam kondisi tertentu, seperti dalam keterlibatan pihak terkait.