TINJAUAN ATAS AUDIT LAPORAN KEUANGAN
Terdapat banyak alaan untuk
melakukan audit laporan keuangan. Securities Exchange Commission (SEC) atau
yang dikenal dengan BAPEPAM di Indonesia mewajibkan bagi perusahaan public untuk
diaudit. Banyak hukum Negara bagian yang mewajibkan perusahaan pemerintah untuk
diaudit. Suatu audit dapat diminta untuk dilakukan sebagai syarat atas
persetujuan atau penerimaan pinjaman atau penerimaan pembiayaan pemerintah
federal di A.S. Apapun alasan untuk dilakukannya suatu audit, keempat tahap
dalam audit (phases of an audit) berikut dapat diidentifikasi :
·
Menerima dan mempertahankan
clien
·
Merencanakan audit
·
Melaksanakan pengujian
audit
·
Melaporkan temuan
Tahapan audit tersebut akan dibahas di bawah ini
1. MENERIMA DAN
MEMPERTAHANKAN CLIENT
Langkah awal DARI audit laporan
keuangan melibatkan suatu pengambilan keputusan untuk menerima (atau menolak)
kesempatan untuk menjadi auditor dari klien baru atau untuk melanjutkan sebagai
auditor bagi klien yang sudah ada. Adapun langkah-langkah dalam penerimaan
suatu perikatan audit, yaitu :
A.
Mengevaluasi integritas
manajemen
B.
Mengidentifikasi keadaan
khusus dan risiko luar biasa
C.
Menilai kompetensi untuk
melaksanakan audit
D.
Mengevaluasi independensi
E.
Keputusan untuk menerima
atau menolah perikatan
F.
membuat surat perikatan
audit.
A. MENGEVALUASI
INTEGRASI MANAJEMEN
Untuk klien baru, auditor dapat
memperoleh informasi mengenai integritas manajemen dengan berkomunikasi dengan
auditor terdahulu dan mengajukan pertanyaan kepada pihak ketiga lainnya.
Sedangkan untuk klien yang sudah ada, pengalaman auditor dimasa lalu dengan
manajemen klien harus dapat dijadikan pertimbangan.
A.1 Berkomunikasi dengan Auditor Terdahulu
Untuk klien baru, pengetahuan
mengenai manajemen klien yang diperoleh auditor terdahulu (Predecessor
auditors) merupakan informasi penting bagi auditor pengganti (Sucessor
auditors). Sebelum menerima perikatan, AU 315,03, communication
between Predecessor and Sucessor Auditors (SAS 84), menyarankan agar
auditor pengganti mengambil inisiatif untuk berkomunikasi, baik secara lisan
atau tertulis, dengan auditor terdahulu. Namun, komunikasi tersebut harus
dilakukan dengan seijin klien, dank lien harus meminta untuk mengotorisasi
auditor terdahulu untuk menjawab dengan lengkap pertanyaan auditor pengganti. Otorisasi
diperlukan terkait kode etik profesi melarang seorang auditor untuk
mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam suatu audit tanpa seijin
klien.
Auditor terdahulu diharapkan
untuk menjawab dengan tepat waktu dan lengkap, dengan asumsi klien member ijin
untuk itu. Jika klien tidak member ijin atau jika auditor terdahulu tidak
menjawab degan lengkao, auditor pengganti harus mempertimbangkan inplikasi
ketika memutuskan untuk menerima perikatan dengan klien baru.
A.2 Mengajukan Pertanyaan kepada Pihak Ketiga Lainnya
Informasi mengenai integritas
manajemen juga dapat diperoleh dari pihak-pihak lain yang memiliki pengetahuan
seperti pengacara, bank, dan pihak-pihak lain di dalam komunitas keuangan dan
bisnis yang memiliki hubungan bisnis dengan calon klien.
A.3 ME-review Pengalaman Masa Lalu dengan Klien yang Telah Ada
Sebelum membuat keputusan untuk
melanjutkan suatu perikatan dengan klien audit, auditor harus berhati-hati
dalam mempertimbangkan pengalaman masa lalu dengan manajemen klien. Sebagai
contoh, auditor harus mempertimbangkan setiap salah saji material, ketidak
beresan, atau tindakan melanggar hukum yang ditemukan dalam audit terdahulu.
Selama pelaksanaan audit, auditor mengajukan pertanyaan kepada manajemen
tentang hal-hal seperti apakah terdapat kontijensi, kelengkapan semua catatan
rapat dewan direksi, dan kepatuhan terhadap syarat-syarat peraturan. Kebenaran
jawaban manajemen terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam audit terdahulu
harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam mengevaluasi integritas manajemen.
B. MENGIDENTIFIKASI KONDISI KHUSUS DAN RISIKO YANG TIDAK BIASA
Elemen penting penilaian risiko
salah saji material dalam laporan keuangan. Akuntan public juga menaruh
perhatian terhadap risiko bisnis auditor jika dihubungkan dengan perusahaan
yang memiliki masalah kesulitan keuangan atau kelangsungan usaha. Jika suatu
perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau masalah hukum, dan jika pihak yang
mengajukan tuntutan dapat menemukan alas an untuk menuntut keandalan laporan
keuangan, telah diketahuai secara luas bahwa perkara hukum tersebut akan
melibatkan auditor, yang seringkali dianggap memiliki “deep pockets”.
Hal-hal yang berkenaan dengan
langkah dalam menerima suatu perikatan termasuk :
B.1 Mengidentifikasi Pemakai Laporan yang Telah Diaudit
Auditor harus mempertimbangkan
statsus calon klien, apakah sebagai perusahaan swasta atau perusahaan public,
apakah terdapat pihak ketiga berkenaan dengan keberadaan kewajiabn berdasarkan common
law, dan jika ada, peraturan atau hukum apa yang mengatur kondisi tersebut.
auditor juga harus mempertimbangkan apakah suatu rangkaian laporan yang diaudit
akan memenuhi kebutuhan semua pemakai laporan keuangan.
B.2 Menilai Stabilitas Keuangan dan Hukum Calon Klien
Jika suatu perusahaan mengalami
kesulitan huku, perkara hukum tersebut dapat melibatkan auditor, yang sering
dianggap memiliki “deep pockets”. Oleh karena itu, auditor mungkin akan
mengeluarkan biaya keuagan dan biaya lainnya untuk membela diri mereka,
meskipun mereka telah berusaha untuk memberikan jasanya seprofesional mungkin.
Untuk alas an itu, auditor
seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi dan menolak calon klien yang
memiliki resiko tinggi untuk dituntut. Hal ini berarti auditor juga perlu
mempertimbangkan perusahaan-perusahaan yang telah dikenal mengalami
ketidakstabilan keuangan, seperti ketidakmampuan untuk memenuhi pembayaran
hutang atau ketidakmampuan untuk meningkatkan modal yang diperlukan.
B.3 Mengidentifikasi Pembatasan Lingkup
Auditor harus mempertimbangkan
apakah manajemen telah melanggar batasan-batasan dalam melaksanakan prosedur
audit. Jika manajemen mencegah kunjungan ke lokasi-lokasi tertentu yang
dianggap material oleh auditor, atau membatasi hubungan dengan konsumen atau
supplier tertentu, auditor harus mempertimbangkan apakah tindakan-tindakan
tersebut menyebabkan diterbitkannya opini unqualified.
B.4 Mengevaluasi Sistem Pelaporan Keuangan Entitas dan Kemampuan untuk Audit
Sebelum menerima suatu perikatan,
auditor seharusnya mengevaluasi apakah terdapat kondisi lainnya yang
meningkatkan pertanyaan mengenai kemampuan audit atau auditabilitas calon
klien. Kondisi-kondisi tersebut dapat termasuk tidak adanya catatan akuntansi
yang penting, atau kalaupun ada kondisinya cukup buruk, tidak adanya jejak
audit yang cukup, atau manajemen menghindari tanggung jawabnya untuk memelihara
elemen pengendalian intern yang memadai.
C. MENILAI KOMPETENSI UNTUK MELAKSANAKAN AUDIT
Standar umum pertama dari GAAS
menyatakan :
“Audit
dilaksanakan oleh seseorang, atau orang-orang yang memiliki pelatihan teknis
dan kecakapan yang memadai sebagai seorang auditor.”
Olehkarena itu, sebelum menerima
suatu perikatan audit, auditor harus menentukan apakah mereka memiliki
kompetensi professional untuk menyelesaikan perikatan sesuai dengan GAAS.
C.1 Jasa yang Diinginkan
Kebanyakan klien yang memerlukan
suatu audit juga memerlukan jasa tambahan. Organisasi kecil yang tidak memiliki
akuntan public yang bekerja di dalam organisasi tersebut mungkin akan
memerlukan suatu jasa akuntansi yang bervariasi, seperti meminta auditor
melakukan pekerjaan akuntansi kunci, membuat ayat jurnal, atau membuat konsep
laporan keuangan. Klien mungkin menginginkan kantor akuntan public
memperisapkan surat pemberitahuan pajak, baik untuk organisasi maupun untuk
pemilik utama perusahaan atau manajer. Oleh karena itulah kantor akuntan harus
mempertimbangkan apakah ia memiliki kompetensi untuk melaksanakan semua jasa
yang diperlukan oleh klien dalam suatu perikatan.
C.2 Mengidentifikasi Tim Audit
Penempatan staf ke dalam perikatan
merupakan satu dari Sembilan elemen pengendalian kualitas. Tujuannya adalah
untuk memastikan bahwa pengetahuan, keahlian, dan kekampuan tim audit sesuai
dengan kebutuhan staf professional perikatam. Dalam membuat perikatan, sifat
dan luasnya pengawasan yang tersedia juga harus diperhatikan. Secara umum,
semakin mampu dan berpengalaman staf yang ditugaskan dalam suatu perikatan
tertentu, semakin kecil diperlukannya pengawasan secara langsung.
Anggota kunci dari tim audit
biasanya diidentifikasi sebelum penerimaan perikatan untuk memastikan
ketersediaan mereka. Selain itu, ketika calon klien telah meminta kantor
akuntan mengirimkan proporsal untuk memperoleh perikatan, merupakan praktik
yang umum untuk mencantumkan riwayat anggota kunci dari tim audit yang diusulkan.
Hal ini memungkinkan calon klien untuk menilai kredibilitas individu-individu
yang akan ditugaskan dalam perikatan.
Tim audit pada umumnya terdiri
dari :
·
Seorang partner, yang
memiliki baik tanggung jawab keseluruhan maupun tanggung jawab akhir untuk
suatu perikatan
·
Seorang atau lebih manajer,
yang biasanya memiliki keahlian signifikan dalam industry dan yang
mengoordinasikan serta mengawasi pelaksanaan program audit.
·
Satu atau lebih senior,
yang mungkin memiliki tanggung jawab untuk merencanakan audit, melakukan bagian
dari program audit, dan mengawasi serta me-review pekerjaan asisten
staff.
·
Asisten staff, yang
melakukan berbagai prosedur audit yang diperlukan.
C.3 Mempertimbangkan Kebutuhan untuk Konsultasi dan Menggunakan Spesialis
Dalam menentukan apakah akan
menerima suatu perikatan, adalah lebih baik bagi seorang auditor untuk
mempertimbangkan apakah akan menggunakan jasa konsultan dan spesialis untuk
membantu tim audit. Dimana ketika auditor tidak mengetahui persis tentang
bidang usaha klien (bidang usaha klien adalah bidang usaha yang baru bagi
auditor), sebaiknya auditor melakukan konsultasi kepada pihak yang tahu persis
tentang bidang usaha (spesialis) klien sehingga auditor paham tentang bidang
usaha klien. Missal dalam hal penilaian asset klien.
D. MENGEVALUASI INDEPENDENSI
Standar umum kedua GAAS
Menyatakan :
“Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental perlu
dipertahankan oleh para auditor.”
Oleh karena itu, sebelum menerima
klien audit yang baru, KAP harus mengevaluasi apakah terdapat kondisi yang akan
mempengaruhi independensi dengan klien, seperti auditor memiliki saham di
perusahaan calon klien. Suatu prosedur yang dapat digunakan adalah mengedarkan
nama calon klien kepada semua staf profesioanal untuk mengidentifikasi apakah
terdapat hubungan keuangan atau bisnis.
E. KEPUTUSAN UNTUK MENERIMA ATAU MENOLAK AUDIT
Dalam membuat keputusan mengenai
apakah akan menerima atau menolak suatu audit, kantor audit mengelola risiko
bisnis sendiri. Alasan-alasan untuk menolak atau menerima klien audit sudah
dibahas sebelumnya. Bagian terpenting
dari pengendalian mutu KAP berkisar pada prosedur intern yang membuat hal
tersebut muncul ke permukaan dan memungkinkan KAP untuk membuat keputusan yang
tepat mengenai apakah akan menerima atau melanjutkan klien.
Kondisi
yang dapat menyebabkan KAP menarik diri dari suatu audit :
·
Kekhawatiran mengenai
integritas manajemen atau penahanan bukti tang tampak selama audit.
·
Klien menolak untuk
membenarkan salah saji material dalam laporan keuangan.
·
Klien tidak mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kecurangan atau tindakan melawan
hukum yang ditemukan selama audit.
F. MEMPERSIAPKAN SURAT PERIKATAN
Sebagai langkah akhir dari tahap
penerimaan suatu perikatan, merupakan praktek professional yang baik untuk
mentaati syarat-syarat dari setiap perikatan dalam surat perikatan.
Adapun bentuk dan isi dari surat perikatan dapat bervariasi untuk berbagai
klien yang berbeda, tetapi secara umum surat perikatan hatus memuat hal-hal berikut
:
·
Identifikasi yang jelas
mengenai perusahaan dan laporan keuangan yang akan diaudit.
·
Tujuan audit.
·
Referensi terhadap GAAS
yang akan menjadi acuan auditor.
·
Suatu penjelasan mengenai
sifat dan lingkup audit serta tanggung jawab auditor.
·
Suatu pernyataan bahwa
suatu audit yang telah dirancang dan dilaksanakan dengan tepat mungkin tidak
akan dapat mendeteksi semua ketidakwajaran yang material.
·
Sebagai pengingat kepada manajemen bahwa ia bertanggung jawab
untuk menyusun laporan keuagan dan menyelenggarakan struktur internal control
yang memadai.
·
Suatu indikasi bahwa
manajemen akan diminta untuk menyediakan beberapa representasi tertulis
tertentu kepada auditor.
·
Suatu deskripsi dari jasa
yang akan diberikan oleh auditor seperti mempersiapkan atau me-review surat
pemberitahuan pajak.
·
Dasar dimana biaya akan
dihitung dan pengaturan pembayaran
·
Suatu permintaan bagi klien
untuk mentaati syarat-syarat perikatan dengan menandatangani dan mengembalikan
salinan surat perikatan kepada auditor.
2. MERENCANAKAN AUDIT
Suatu tahap penting dari setiap
perikatan audit adalah perencanaan. Standar pekerjaan lapangan pertama dari
GAAS menyatakan :
“Pekerjaan
direncanakan dengan memadai, dan jika menggunakan asisten harus diawasi dengan
tepat.”
Perencanaan audit (audit planning) melibatkan pengembangan suatu strategi menyeluruh untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit yang diharapkan. Auditor harus merencanakan audit dengan suatu sikap skeptisme professional mengenai hal-hal seperti integritas manajemen, kekeliruan dan ketidakberesan, serta tindakan melawan hukum. Jumlah perencanaan yang diperlukan dalam suatu perikatan akan bervariasi menurut ukuran dan kompleksitas klien, pengetahuan auditor, serta pengalaman dengan klien.
2.1 LANGKAH-LANGKAH DALAM PERENCANAAN AUDIT
Langkah-langkah penting dalam
merencanakan audit meliputi :
- Memperoleh pemahaman yang memadai tentang bisnis dan industry klien
- Melaksanakan prosedur analitis
- Membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
- Mempertimbangkan risiko audit
- Mengembangkan strategi awal untuk asersi signifikan
- Memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern klien
A. MEMPEROLEH PEMAHAMAN TENTANG BISNIS DAN INDUSTRI KLIEN
Pemahaman atas bisnis dan
industry klien merupakan aspek penting bagi perencanaan audit. Auditor harus
memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang bisnis dan industry
klien agar dapat memahami peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi, dan
praktik-praktik yang dapat berpengaruh secara signifikan pada laporan keuangan
serta bagaimana GAAP (prinsip akuntansi yang berlaku umum) diterapkan dalam
industry tersebut. Sehingga dengan pengetahuan memadai yang diperoleh auditor,
auditor dapat memahami risiko klien dan mencari evidence atas hal-hal yang
dianggap material oleh auditor.
B. MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS
AU 329.02, Analytical
Procedures (SAS 56), mendefinisikan prosedur analitis (Analytical
Procedures) sebagai “evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan
mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data
nonkeuangan.” Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan
hubungan diantara data. Prosedut ini meliputi perhitungan dan penggunaan
rasio-rasio sederhana, analisi vertical, perbandingan jumlah yang sebenarnya
dengan data historis atau anggaran, serta penggunaan model matematis dan
statistic, seperti analisis regresi (penggunaan data nonkeuangan,seperti data
jumlah karyawan, maupun data keuangan).
Tujuan
prosedur analitis :
- Dalam tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit lainnya.
- Dalam tahap pengujian, sebagai pengujian subtantif untuk memperolah bukti mengenai asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau transaksi
- Pada penyelesaian audit, dalam melaksanakan review akhir terhadap kelayakan keseluruhan laporan keuangan yang diaudit.
Prosedur analitis dapat membantu
auditor dalam perencanaan dengan (1) meningkatkan pemahaman auditor tentang
bisnis klien, dan (2) mengidentifikasi hubungan yang tidak biasa serta
fluktuasi yang tidak diharapkan dalam data yang mungkin mengindikasikan bidang
yang memiliki risiko salah saji terbesar.
B.1 MENGIDENTIFIKASI PERHITUNGAN DAN PERBANDINGAN YANG AKAN DILAKUKAN
Jenis perhitungan dan
perbandingan yang digunakan secara umum termasuk hal-hal berikut :
- Perbandingan data absolute. Prosedur ini melibatkan perbandingan sederhana suatu jumlah saat ini, seperti saldo akun, dengan suatu jumlah yang diharapkan atau diprediksi.
- Laporan keuangan ukuran umum (Analisis Vertical). Teknik ini melibatkan perhitungan persentase dari total yang berhubungan yang direpresentasikan oleh komponen laporan keuangan (missal, kas sebagai persentase dari total aktiva, yang mana persentase kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan).
- Analisis ratio keuangan. Sejumlah rasio seperti rasio solvabilitas, efisiensi, dan profitabilitas dihitung untuk mengetahui bagaimana baik-buruknya kondisi perusahaan yang nantinya dapat auditor pertimbangkan dalam memperkirakan risiko yang akan auditor hadapi.
- Analisis tren. Analisis tren melibatkan perbandingan beberapa data (absolute, ukuran umum, atau rasio) bagi lebih dari 2 periode akuntansi untuk mengidentifikasi perubahan penting yang mungkin tidak nyata dari perbandingan yang terbatas pada periode saat ini dan periode masa lalu.
- Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan. Data non keuangan seperti jumlah karyawan, luas ruang penjualan, dan volume barang yang diproduksi mungkin berguna dalam memperkirakan saldo akun yang berhubungan seperti beban gaji, penjualan, dan HPP. Informasi nonkeuangan adalah penting karena mengukur aktivitas ekonomi yang memicu hasil keuangan.
C. MATERIALITAS
“Yaitu besarnya
seuatu pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang dalam kaitannya
dengan kondisi disekitarnya, akan memungkinkan pertimbangan pihak yang
berkepentingan yang mengandalkan informasi tesebut akan berubah atau
terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.”
Definisi
tersebut mensyaratkan auditor untuk mempertimbagkan baik (1) situasi yang
berkenaan dengan entitas dan (2) informasi yang dibutuhkan oleh mereka yang
akan bergantung pada laporan keuanganyang diaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah
yang material bagi laporan keuangan suatu perusahaan mungkin tidak material
bagi laporan keuangan perusahaan lainnya yang memiliki ukuran atau sifat
perusahaan yang berbeda.
Hal inilah yang
mendasari SAS 47 yang menyatakan agar auditor mempertimbangkan materialitas
dalam (1) merencanakan audit dan (2) mengevaluasi apakah laporan keuangan
secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan GAAP.
C.1 PERTIMBANGAN PENDAHULUAN MENGENAI MATERIALITAS
Auditor membuat
pertimbangan pendahuluan mengenai tingkat materialitas dalam merencanakan
audit. Penilaian ini, seringkali disebut materialitas perencanaan (planning
materiality) mungkin berbeda dari tingkat materialitas yang digunakan pada
penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) situasi yang ada
di sekitarnya mungkin akan berubah dan (2) informasi tambahan mengenai klien
akan diperoleh selama pelaksanaan audit.
Sebagai contoh,
klien mungkin telah memperoleh pembiayaan yang diperlukan untuk tetap berjalan
sebagai going concern yang diragukan ketika audit direncanakan, dan
audit mungkin akan menegaskan bahwa solvabilitas jangka pendek perusahaan telah
meningkat secara signifikan selama tahun tersebut. Dalam kasus ini, tingkat
materialitas yang digunakan dalam mengevaluasi temuan audit mungkin akan lebih
tinggi daripada materialitas perencanaan.
Dalam
merencanakan audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat berikut
:
·
Tingkat laporan keuangan
karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai laporan keuangan
secara keseluruhan
·
Tingkat saldo akun karena
auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan keseluruhan atas
kewajaran laporan keuangan.
MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN
Materialitas laporan keuangan (financial
statement materiality) adalah salah
saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk
mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan GAAP. Dalam konteks ini,
salah saji mungkin diakibatkan karena penerapan yang salah dai GAAP, berangkat
dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan. Dalam perencanaan
audit, auditor harus mengakui bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas
yang berhubungan dengan laporan keuangan. Setiap laporan pada kenyataannya,
dapat memiliki beberapa tingkatan. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat
dihubungkan dengan total pendapatan, laba operasi, laba sebelum pajak, atau
lapa bersih. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva,
aktiva lancar, modal kerja, atau ekuitas pemegang saham.
Pedoman Kuantitatif
Pada saat ini baik GAAP maupun
GAAS berisi pedoman resmi mengenai pengukuran kuantitatif dari materialitas.
Berikut adalah gambaran mengenai beberapa pedoman yang digunakan dalam praktik.
- 5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil, 5% untuk laba yang lebih besar)
- ½% hingga 1% dari total aktiva
- 1% dari ekuitas
- ½ % hingga 1% dari pendapatan kotor
- Suatu persentase variable berdasarkan mana yang lebih besar antara total aktiva atau total pendapatan
Pertimbangan Kualitatif
Prtimbangan kualitatif
berhubungan dengan penyebab dari salah saji. Salah saji yang secara kuantitatif
tidak material mungkin secara kualitatif akan material. Hal ini dapat terjadi
misalnya ketika salah saji diakibatkan oleh suatu ketidakberesan (irregularities)
atau tindakan melanggar hukum oleh klien. Penemuan atas terjadinya hal-hal tersebut dapat
mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko yang signifikan akan
adanya salah saji tambahan yang serupa.
MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO AKUN
Materialitas saldo akun (account
balance materiality) adalah salah saji minimum yang dapat muncul dalam
suatu salo akun hingga dianggap mengandung salah saji material. Salah saji
hingga tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat ditolerir (tolerable
misstatement).
Dalam membuat pertimbangan
mengenai materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan
antara materialitas pada tingkat saldo akun dan materialitas pada tingkat
laporan keuangan. Pertimbangan ini harus mengarahkan auditor untuk merencanakan
audit guna mendeteksi salah saji yang mungkin tidak material secara individual.
Tetapi apabila diagregasi dengan salah saji pada saldo akun lainnya, mungkin
akan material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
D. RISIKO AUDIT
“Yaitu risiko
auditor mungkin tanpa sadar tidak melakukan modifikasi pendapat sebagaimana
menstinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji material.”
Konsep keseluruhab mengenai
risiko audit merupakan kebalikan dari kosnep keyakinan yang memadai. Semakin
tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang
benar, semakin rendah risiko audit yang dia terima. Jika 99% kepastian
diinginkan, maka risiko audit adalah 1%.
D.1 KOMPONEN RISIKO AUDIT
Komponen risiko audit, pada umumya terdiri atas tiga, yaitu:
- Risiko bawaan (inherent risk)
- Risiko pengendalian (control risk)
- Risiko deteksi (detection risk)
Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan
suatu asersi terhadap salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan
prosedur struktur pengendalian intern yang terkait. Risiko bawaan selalu ada
dan tidak oernah mencapai angka nol. Risiko bawaan tidak dapat dirubah oleh
penerapan prosedur audit yang paling baik sekalipun. Risiko bawaan bervariasi
untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan dan keterjadian kas
mempunyai risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva tetap. Hal inji
disebabkan uang tunai merupakan suatu asset yang sangat rawan terhadap
manipulasi, dan semua orang berminat terhadap uang. Sedangkan aktiva tetap
lebih jelas keberadaannya. Risiko bawaan juga dibedakan atas risiko bawaan
setiap akun dan risiko bawaan keseluruhan untuk banyak akun.
Berikut merupakan beberapa factor
yang menentukan risiko bawaan pada banyak akun:
- Profitabilitas perusahaan secara relative terhadap industri. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, semakin kecil risiko bawaannya.
- Jenis usaha dan sensitivitas operasi. Perusahaan yagn bergerak pada bidang keuangan lebih besar risiko bawaannya daripada perusahaan ekspedisi karena bidang keuangan sangat sensitive terhadap perubahan kurs mata uang, dan perubahan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, semakin sensitive operasi perusahaan, semakin tinggi risiko bawaannya. Bidang usaha yang sangat dipengaruhi perkembangan teknologi, dan kompetiwsi usahanya ketat, mengakibatkan risiko bawaan yang tinggi.
- Masalah kelangsungan usaha. Perusahaan yang sedang mengalami masalah kebangkrutan mempunyai risiko bawaan yang tinggi.
- Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
- Integritas, reputasi, dan pengetahuan akuntansi dari manajemen. Semakin baik integritas, reputasi, dan pengetahuan tentang akuntansi yang dimiliki manajemen klien, semakin kecil risiko bawannya.
Berikut ini merupakan factor yang
menentukan risiko bawaan suatu akun tertentu:
- Auditabilitas akun atau transaksi. Semakin tinggi tingkat aktivitas akun, semakin rendah risiko bawaan pada akun tersebut.
- Kerumitan masalah akuntansi terkait. Masalah akuntansi terkait meliputi masalah pengekuan dan kerumitan penilaian akun. Masalah akuntansi yang rumit akan meningkatkan risiko audit.
- Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko
bahwa suatu salah saji material, yang dapat terjadi dalam suatu asersi, tidak
dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern perusahaan. Risiko
pengendalian tidak pernah mencapai keyakinan penuh bahwa semua salah saji
material akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan
fungsi dari efektivitas struktur pengendalian internal. Semakin efektif
struktur pengendalian internal perusahaan klien, semakin kecil risiko
pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian didasarkan atas kecukupan bukti
audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian inter klien adalah efektif.
Ada dua macam risiko
pengendalian, yaitu:
- Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)
Penilaian
tingkat yang direncanakan ditentukan dengan melakukan modifikasi prosedur untuk
menghimpun pemahaman struktur pengendalian intern terkait dengan asersi, dan
prosedur untuk melaksanakan test of control.
Pada saat perencanaan audit,
auditor menentukan besarnya risiko pengendalian yang direncanakan untuk setiap
asersi yang signifikan. Planned assessed level of control risk ini ditentukan
berdasar asumsi tentang efektivitas rancangan dan operasi struktur pengendalian
intern yang relevan.
- Tingkat risiko pengendalian actual (actual assessed level of control risk)
Penilaian
tingkat risiko pengendalian actual ditentukan untuk setiap asersi berdasarkan
bukti yang diperoleh dari studi dan evaluasi pengendalian internal klien selama
pekerjaan interim dalam tahap pengujian pada audit berjalan.
Risiko Deteksi
Risiko deteksi merupakan risiko
bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam
suatu asersi. Risiko deteksi tergantung atas penerapan auditor terhadap risiko
audit, risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin besar risiko audit,
semakin besar pula risiko deteksi. Sebaliknya semakin besar risiko bawaan
ataupu risiko pengendalian, semakin kecil risiko deteksi. Pada tahap
perencanaan audit, Planned assessed level of detection risk untuk setiap asersi
signifikan ditentukan dengan cara menerapkan model risiko audit. Actual level
of detection risk dapat diubah auditor dengan cara memodifikasi sifdat,
penentuan waktu dan luas test substantive yang dilakukan atas suatu asersi.
Dalam penentuan risiko deteksi, auditor mempertimbangkan kemungkinan dia
melakukan kesalahan seperti kesalahan penerapan prosedur auditing atasu salah
melakukan interpretasi terhadap bukti –bukti audit yang telah dihimpun.
Ada perbedaan yang mendasar
antara risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan risiko deteksi. Kedua
risiko terdahulu ada terlepas dai dilakukan atau tidaknya audit atas laporan
keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan padat
diubah oleh keputusan auditor sendiri.selanjutnya, risiko deteksi terbagi atas
dua jenis risiko, yaitu :
- risiko review analitis, dan
- risiko tes substantive.
-
Risiko review analitis
Risiko review analitis adalah
risiko yang timbul karena prosedur-prosedur review analitis tidak dapat
mendeteksi kesalahan yang material.
-
Risiko tes substantive.
Risiko tes substantive adalah
risiko kesalahan material tidak dapat dideteksi melalui penggunaan prosedur tes
substantive.
Selain risiko-risiko diatas, risiko dalam audit dapat pula dibagi atas risiko sampling, dan risiko non sampling.jenis ini terjadi kaena auditor bekerja atas dasar pengujian suatu sampel bukti. Risiko sampling merupakan risiko bahwa kesimpulan yang diambil oleh auditor dari hasil pengujian terhadap karakteristik tertentu dari sampel atas item tertentu berbeda dengan kesimpulan yang dibuat dari seluruh populasi yang diuji. Sedangkan risiko non sampling merupakan bagian dari risiko audit yang tidak hanya berkaitan dengan data, tetapi lebih banyak dihasilkan dari factor lain seperti kesalahan manusia, kesalahan penerapan prosedur dan salah menginterpretasikan hasil suatu sampel.
E. STRATEGI AUDIT
Tujuan auditor dalam perencanaan
dan pelaksanan audit adalah untuk menurunkan risiko audit pada tingkat serendah
mungkin umtuk mendukung pendapat auditor mengenai apakah laporan keuangan
disajikan secara wajar dalam segala aspek yang material sesuai dengan GAAP.
Karena ada keterkaitan antara bukti materialitas dan komponen audit, maka
auditor dapat memilih dua alternative strategi audit, yaitu:
·
Primarily substantive
approach
·
Lower assessed level of
control risk approach
Dalam memilih alternative
strategi audit tersebut, auditor mempertimbangkan factor-faktor sebagai
berikut:
- Planned assessed level of control risk
- Luas pemahaman auditor terhadp struktur pengendalian ntern yang dihimpun
- Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko pengendalian
- Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan auditor untuk mengurangi risiko audit pada tingkat serendah mungkin.
Tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan (Planned assessed level of control risk) yang tinggi, berarti
auditor mengangap bahwa struktur pengendalian intern klien adalah sangat
efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor
harus menguji kebenaran anggapannya tersebut. Auditor lebih banyak melakukan
pengujian pengendalian. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned
assessed level of control risk) yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa
struktur pengendalian intern klien sangt tidak efektif dan tidak akan dapat
mencegah terjadinya salah saji. Oleh karena itu, auditor kemudian menguji
apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern klien
tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena itu, auditor
melakukan pengujian substantive.
Luas pemahaman auditor terhadap
struktur pengendalian intern juga mempengaruhi pemilihan strategi audit.
Apabila auditor sangat memahami struktur pengendalian intern klien, maka
auditor dapat memilih strategi audit Primarily substantive approach. Apabila
auditor kurang memahami struktur pengendalian intern klien, maka auditor dapat
memilih strategi audit Lower assessed level of control risk approach.
Strategi audit pendahuluan
bukanlah merupakan spesifikasi rinci (detail) proseduR auditing. Strategi audit
pendahuluan merupakan suatu judgement pendahuluan mengenai Pendekatan yang akan
dipakai dalam melaksanakan audit.
F.Menghimpun Pemahaman Struktur Pengendalian Intern Klien
Standar pekerjaan lapangan kedua
menyatakan :
“Pemahaman yang
memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. “
Oleh karena itu, auditor harus
melaksanakan prosedur audit yang antara lain meliputi prosedur untuk
memeperoleh pemahaman struktur pengendalian intern.
Pemahaman struktur pengendalian
intern, digunakan auditor untuk:
- Mengidentifikasi tipe salah saji potensial
- Mempertimbangkan factor yang mempengaruhi risiko salah saji material.
- Merancang pengujian substantive
Struktur pengendalian intern terdiri atas
tiga unsur, yaitu:
- Lingkungan pengendalian
- System akuntansi
- prosedur pengendalian
struktur pengendalian intern yang efektif
dirancang dengan tujuan pokok sebagai berikut:
- menjaga kekayaan dan catatan organisasi
- mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
- mendorong efeisiensi
- mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
tujuan yang pertama dan kedua
dapat dipatuhi dengan pengendalian akuntansi yang baik. Tujuan ketiga dan
keempat dapat dipatuhi dengan pengendalian administrative yang baik. Disamping
keenam tahap perencanaan tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
auditor pada tahap perencanaan, yaitu:
- menyusun program audit
- menyusun jadwal kerja
- menentukan staf pelaksana audit
3.MELAKSANAKAN PENGUJIAN AUDIT
Tahap ketiga dari audit adalah
melaksanakan pengujian audit. Tahap ini juga disebut sebagai pelaksanaan pekerjaan
lapangan (field work), karena pengujian biasanya dilakukan atas ijin
klien. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk memperoleh bukti audit mengenai
kondisi ekonomi klien, efektifitas pengendalian intern, dan kewajaran laporan
keuangan klien. Tahap ini sering kali saling tumpang tindih dengan tahap
perencanaan. Sebagai contoh, ketika melaksanakan prosedur perencanaan audit,
auditor sering kali memperoleh bukti-bukti yang mendukung pertimbangan audit
penting dan perolehan kesimpulan.
Adapun prosedur yang digunakan
oleh auditor dalam mengevaluasi bahan bukti :
- Prosedur analitis, terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan diantara data. Prosedur ini meliputi perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertical atau laporan persentase, perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggran, serta penggunaan model matematis dan statistic, seperti analisis regresi.
- Pengujian pengendalian (test of control), dilakukan untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas rancangan dan operasi kebijakan dan prosedur struktur internal control.
- Pengujian terinci atas transaksi, meliputi pemeriksaan dokumen pendukung dari setiap satuan stransaksi yang dibukukan pada sebuah akun tertentu. Misalnya, melakukan pemeriksaan pendukung (vouching) untuk sisi debet akun piutang usaha terhadap ayat jurnal pada jurnal penjualan serta faktur pendukung penjualan. Selain itu dilakukan juga penelusuran rinci dari dokumen asli atau dokumen sumber terhadap buku jurnal serta buku besar yang terkait dengan transaksi tersebut yang dapat digolongkan juga sebagai pengujian terinci atas transaksi.
- Pengujian terinci atas seldo, meliputi pemeriksaan dokumen pendukung untuk saldo akhir secara langsung, misalnya melakukan konfirmasi langsung kepada salahs atu pelanggan tentang saldo piutang usaha.
- Pengujian penyajian dan pengungkapan, meliputi evaluasi penyajian secara wajar semua pengungkapan yang disyaratkan oleh GAAP.
- MELAPORKAN TEMUAN
Tahap keempat
dan tahap terakhir dari audit adalah pelaporan temuan-temuan kepada pihak
manajemen untuk kemudian pihak manajemen perbaiki. Elemen penting dari setiap
audit adalah komunikasi mengenai temuan audit. Laporan audit merupakan bagian
penting dari setiap perikatan. Laporan ini merupakan suatu laporan standar atau
dapat merupakan suatu laporan yang menyimpang dari laporan standar. Auditor
juga membuat laporan kepada manajemen dan dewan direksi beserta temuan-temuan
tentang pengendalian intern dan masalah lainnya yang memerlukan perhatian manajemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar