Kamis, 14 Maret 2013

Konflik


1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut perbedaan ras, suku, bangsa, klan, agama, profesi hingga jenis kelamin. Perbedaan-perbadaan itu memuncak menjadi konflik ketika system social masyarakatnya tidak dapat mengakomodasi perbedaan-perbedaan tersebut, hal itu mendorong masing-masing individu atau kelompok untuk saling menghancurkan. Dalam hal ini, Soerjono Soekarto megatakan bahwa “perasaan” memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut. Perasaan-perasaan, seperti amarah dan rasa benci, mendorong masing-masing pihak untuk menekan atau menghancurkan individu atau kelompok lawan. Sementara itu, menurut De Moor, system social dapat dikatakan mengandung konflik hanya jika para penghuni system tersebut membiarkan dirinya dibimbing oleh tujuan-tujuan (atau nilai-nilai) yang bertentangan dan terjadi secara besar-besaran.
Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.


2. Faktor penyebab konflik
• Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
            Setiap manusia tentu memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Coba perhatikan diri anda sendiri dan teman sekelas! Tentu anda akan menemukan adanya perbedaan pendirian dan perasaan antara anda dengan teman sekelas anda atas sesuatu hal. Perbedaan pendirian tersebut dapat menjadi factor penyebab konflik. Sebagai contoh, anda dan beberapa teman memiliki pendirian bahwa ketika belajar, suasana kelas haruslah tenang. Sementara itu, teman-teman anda yang lain berpendirian bahwa belajar sambil bernyanyi adalah sesuatu yang menyenangkan dan membantu. Perbedaan pandangan seperti itu tidak jarang menimbulkan rasa amarah. Hal itu dapat berlanjut pada perasaan benci hingga dapat timbul usaha untuk saling menghancurkan.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan
Anda tentu sudah tahu bahwa kepribadian seseorang sedikit banyak dibentuk oleh  kelompoknya. Secara sadar atau tidak, seseorang akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kesopanan tentu akan terpengaruh untuk bersikap sopan ketika bertemu atau berbincang dengan orang lain. Sebaliknya, anak yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat yang tidak mempedulikan nilain kesopanan tentu akan cenderung mengabaikan kesopanan ketika bertemu dan berbincang dengan orang lain. Dari contoh ini terlihat bahwa perbedaan kepribadian seseorang tergantung dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan dan perkembangan kepribadian orang tersebut. Perbedaan kepribadian individu akibat pola kebudayaan yang berbeda seperti itu tidak jarang menjadi penyebab terjadinya konflik antarkelompok masyarakat. Interaksi social antaridividu atau antar kelompok dengan pola kebudayaan yang cenderung berlawanan dapat menimbulkan rasa marah dan benci sehinnga dapat berakibat konflik.


• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial.
            Perbedaan kepentingan antarindividu maupun kelompok merupakan factor lain penyebab konflik atau pertentangan. Setiap individu tentu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Demikian pula dengan kelompok. Setiap kelompok tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam meihat atau mengerjakan sesuatu. Kepentingan itu dapat menyangkut kepentingan politik, ekonomi, social dan budaya.
            Sebagai contoh, hubungan antara Pemda dan pengusaha tertentu. Ada pejabat Pemda yang melihat hubungan itu sebagai cara untuk menarik investasi pengusaha dalam pembangunan daerah. Ada juga sebagian pejabat yang melihat hubungan itu sebagai kesempatan untuk mengisi pundi-pundi keuangan pribadinya dengan cara berkolusi dengan pengusaha tersebut. Sementara itu, pihak pengusaha melihat hubungan itu sebagai kesempatan untuk mendapatkan proyek pemerintah dan menambah keuntungan bisninsnya. Perbedaan kepentingan antarindividu maupun kelompok seperti contoh tersebut dapat menimbulkan konflik social di masyarakat.

• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
            Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang terus berubah seiring dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuannya. Coba kita perhatikan masyarakat kita saat ini dan bandingkan dengan keadaan sebelumnya sekitar 10 atau 20 tahun yang lalu. Tentu sangat berbeda. Perubahan-perubahan tersebut tentu juga akan mempengaruhi cara pandang sebagian anggota masyarakat terhadap nilai, norma, dan pola perilaku masyarakat. Apalagi jika perubahan itu berlangsung dengan cepat dan meluas. Muncullah perilaku-perilaku lain yang dianggap oleh sebagian anggota masyarakat lain sebagai perilaku “berlawanan, aneh, dan bertentangan” dengan kebudayaan masyarakatnya. Situasi seperti itu dapat memunculkan konflik atau pertentangan.
            Sebagai contoh, konflik antara kaum muda dan kaum tua. Biasanya, kaum muda cenderung ingin merombak pola perilaku atau tradisi masyarakatnya, sedangkan kaum tua ingin tetap mempertahankan pola perilaku dan tradisi nenek moyangnya. Hal yang sama dapat kita saksikan dari proses perubahan pedesaan Indonesia saat ini sedang mengalami proses perubahan dari masyarakat yang tradisional ke masyarakat industry. Nilai-nilai dari masyarakat yang tradisional seperti nilai kegotongroyongan berganti mejadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Demikian juga dengan nilai-nilai. Nilai kebersamaan berubah menjadi individualis, dan nilai pemanfaatan waktu yang awalnya berorientasi pada fungsi social berubah menjadi fungsi materialis, yaitu “waktu adalah uang”. Perubahan seperti itu tidak jarang menimbulkan konflik-konflik di tengah masyarakat. Konflik tersebut mucul karena ada upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan. Perubahan itu dianggap mangacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.


3. Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
• konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi, seperti peranan seorang suami dan istri dalam mendapatkan penghasilan.
• konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
• konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
• konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
Berdasarkan bentuknya, Lewis A. Coser membedakan konflik atas dua bentuk, yakni konflik realistis dan konflik nonrealistic.

a. Konflik realistic
            Merupakan konflik yang berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap system dan tuntutan-tuntutan yang terdapat dalam hubungan social. Para karyawan yang mengadakan pemogokan melawan manajemen perusahaan merupakan salah satu contoh konflik realistic.

b. Konflik nonrealistic
Merupakan konflik yang bukan berawal dari tujuan-tujuan persaingan yang antagonis (berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan ketegangan. Dalam masyarakat tradisional, pembalasan dendam lewat ilmu ghaib merupakan bentuk konflik nonrealistic. Demikian juga halnya dengan upaya mencari kambing hitam yang sering terjadi dalam masyarakat yang telah maju.


4. Akibat konflik
Segi positif suatu konflik adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain. William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff mengatakan bahwa semakin besar permusuhan terhadap kelompok luar semakin besar pula integrasi atau solidaritas internal kelompok. Anggota-anggota kelompok akan bersatu untuk menghadapi musuh besar mereka.
b. Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok.
c. Konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan mencoptakan norma-norma baru.
d. Konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nilai-nilai, serta hubungan-hubungan social dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok.
e. Koflik dapar memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih belum tuntas ditelaah. Sebagai contoh, perbedaan pendapat tentang suatu permasalahan dalam diskusi atau seminar biasanya bersifat positif. Perbedaan pendapat justru dapat memperjelas dan mempertajam kesimpulan seminar tersebut.

Segi negative suatu konflik adalah sebagai berikut :
A. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
B. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga  dll.
C. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
D. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
• Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
• Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
• Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
• Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.


5. Contoh konflik
• Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
• Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
• Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.


Cara pengendalian konflik social
Ada 3 syarat agar koflik tidak berakhir dengan kekerasan :
1.Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka.
2.Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin bias dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisasi dengan jelas.
3.Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan main tertentu yang telah disepakati bersama.
Pada umumnya, masyarakat memiliki sarana atau mekanisme untuk mengendalikan konflik di dalam tubuhnya. Beberapa ahli menyebutnya sebagai katup penyelamat (safety valve) yaitu suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik. Lewis A. Coser melihat katup penyelamat itu sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan antara 2 pihak yang berlawanan.

Secara umum, ada 3macam bentuk pengendalian konflik :

1. Konsiliasi
 pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak bertikai. Contoh bentuk pengendalian konflik ini adalah melalui lembaga perwakilan rakyat. Berbagai kelompok kepentingan yang bertikai bertemu di dalam lembaga ini untuk menyelesaikan konflik mereka.
Agar dapat berfungsi efektif dalam menyelesaikan konflik, lembaga-lembaga konsiliasi harus memenuhi empat hal, yaitu :
a.                           lembaga tersebut harus merupakan lembaga yang otonom. Keputusan yang diambilnya merupakan keputusan murni tanpa campur tangan dari lembaga lain.
b.                          Kedudukan lembaga tersebut di dalam masyarakat yang bersangkutan harus bersifat monopolistis. Artinya, hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian.
c.                           Lembaga tersebut harus berperan agar kelompok yang bertikai merasa terikat kepada lembaga tersebut. Selain itu, keputusan-keputusannya berlaku mengikat kelompok-kelompok tersebut.
d.                          Lembaga tersebut harus bersifat demokratis, yakni setiap pihak harus diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya sebelumkeputusan tersebut diambil.

2. Mediasi
Pengendalian yang dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga ini akan memberikan pemikiran atau nasihat-nasihatnya tentang cara terbaik dalam menyelesaikan pertentangan mereka. Sekalipun pemikiran atau nasihat pihak ketiga tersebut tidak mengikat, cara pengendalian ini kadang-kadang menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif. Cara mediasi cukup efektif untuk mengurangi irasionalitas yang biasanya timbul dalam konflik. Dengan cara mediasi ini, ada kemungkinan pihak-pihak yang berkonflik akan menarik diri tanpa harus “kehilangan murka”.

3.Arbritasi
Pengendalian yang dilakukan apabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menerima/terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik.
Pada bentuk mediasi, pemikiran atau nasihat dari pihak ketiga bukan merupakan keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang berkonflik. Sebaliknya, dalam bentuk perwasitan, kedua belah pihak harus menerima keputusan-keputusan yang diambil pihak ketiga (wasit). Dengan kata lain, pihak ketiga tidak mengarahkan konflik untuk suatu tujuan tertentu yang memenangkan salah satu pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar