Rabu, 13 Maret 2013

Tahap audit


TINJAUAN ATAS AUDIT LAPORAN KEUANGAN
Terdapat banyak alaan untuk melakukan audit laporan keuangan. Securities Exchange Commission (SEC) atau yang dikenal dengan BAPEPAM di Indonesia mewajibkan bagi perusahaan public untuk diaudit. Banyak hukum Negara bagian yang mewajibkan perusahaan pemerintah untuk diaudit. Suatu audit dapat diminta untuk dilakukan sebagai syarat atas persetujuan atau penerimaan pinjaman atau penerimaan pembiayaan pemerintah federal di A.S. Apapun alasan untuk dilakukannya suatu audit, keempat tahap dalam audit (phases of an audit) berikut dapat diidentifikasi :
·         Menerima dan mempertahankan clien
·         Merencanakan audit
·         Melaksanakan pengujian audit
·         Melaporkan temuan

Tahapan audit tersebut akan dibahas di bawah ini
1.      MENERIMA DAN MEMPERTAHANKAN CLIENT
Langkah awal DARI audit laporan keuangan melibatkan suatu pengambilan keputusan untuk menerima (atau menolak) kesempatan untuk menjadi auditor dari klien baru atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Adapun langkah-langkah dalam penerimaan suatu perikatan audit, yaitu :
A.      Mengevaluasi integritas manajemen
B.      Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa
C.      Menilai kompetensi untuk melaksanakan audit
D.      Mengevaluasi independensi
E.       Keputusan untuk menerima atau menolah perikatan
F.       membuat surat perikatan audit.

A.     MENGEVALUASI INTEGRASI MANAJEMEN
Untuk klien baru, auditor dapat memperoleh informasi mengenai integritas manajemen dengan berkomunikasi dengan auditor terdahulu dan mengajukan pertanyaan kepada pihak ketiga lainnya. Sedangkan untuk klien yang sudah ada, pengalaman auditor dimasa lalu dengan manajemen klien harus dapat dijadikan pertimbangan.

A.1 Berkomunikasi dengan Auditor Terdahulu
Untuk klien baru, pengetahuan mengenai manajemen klien yang diperoleh auditor terdahulu (Predecessor auditors) merupakan informasi penting bagi auditor pengganti (Sucessor auditors). Sebelum menerima perikatan, AU 315,03, communication between Predecessor and Sucessor Auditors (SAS 84), menyarankan agar auditor pengganti mengambil inisiatif untuk berkomunikasi, baik secara lisan atau tertulis, dengan auditor terdahulu. Namun, komunikasi tersebut harus dilakukan dengan seijin klien, dank lien harus meminta untuk mengotorisasi auditor terdahulu untuk menjawab dengan lengkap pertanyaan auditor pengganti. Otorisasi diperlukan terkait kode etik profesi melarang seorang auditor untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam suatu audit tanpa seijin klien.
Auditor terdahulu diharapkan untuk menjawab dengan tepat waktu dan lengkap, dengan asumsi klien member ijin untuk itu. Jika klien tidak member ijin atau jika auditor terdahulu tidak menjawab degan lengkao, auditor pengganti harus mempertimbangkan inplikasi ketika memutuskan untuk menerima perikatan dengan klien baru.

A.2 Mengajukan Pertanyaan kepada Pihak Ketiga Lainnya
Informasi mengenai integritas manajemen juga dapat diperoleh dari pihak-pihak lain yang memiliki pengetahuan seperti pengacara, bank, dan pihak-pihak lain di dalam komunitas keuangan dan bisnis yang memiliki hubungan bisnis dengan calon klien.

A.3 ME-review Pengalaman Masa Lalu dengan Klien yang Telah Ada
Sebelum membuat keputusan untuk melanjutkan suatu perikatan dengan klien audit, auditor harus berhati-hati dalam mempertimbangkan pengalaman masa lalu dengan manajemen klien. Sebagai contoh, auditor harus mempertimbangkan setiap salah saji material, ketidak beresan, atau tindakan melanggar hukum yang ditemukan dalam audit terdahulu. Selama pelaksanaan audit, auditor mengajukan pertanyaan kepada manajemen tentang hal-hal seperti apakah terdapat kontijensi, kelengkapan semua catatan rapat dewan direksi, dan kepatuhan terhadap syarat-syarat peraturan. Kebenaran jawaban manajemen terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam audit terdahulu harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam mengevaluasi integritas manajemen.


B.      MENGIDENTIFIKASI KONDISI KHUSUS DAN RISIKO YANG TIDAK BIASA
Elemen penting penilaian risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Akuntan public juga menaruh perhatian terhadap risiko bisnis auditor jika dihubungkan dengan perusahaan yang memiliki masalah kesulitan keuangan atau kelangsungan usaha. Jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau masalah hukum, dan jika pihak yang mengajukan tuntutan dapat menemukan alas an untuk menuntut keandalan laporan keuangan, telah diketahuai secara luas bahwa perkara hukum tersebut akan melibatkan auditor, yang seringkali dianggap memiliki “deep pockets”.
Hal-hal yang berkenaan dengan langkah dalam menerima suatu perikatan termasuk :

B.1 Mengidentifikasi Pemakai Laporan yang Telah Diaudit
Auditor harus mempertimbangkan statsus calon klien, apakah sebagai perusahaan swasta atau perusahaan public, apakah terdapat pihak ketiga berkenaan dengan keberadaan kewajiabn berdasarkan common law, dan jika ada, peraturan atau hukum apa yang mengatur kondisi tersebut. auditor juga harus mempertimbangkan apakah suatu rangkaian laporan yang diaudit akan memenuhi kebutuhan semua pemakai laporan keuangan.

B.2 Menilai Stabilitas Keuangan dan Hukum Calon Klien
Jika suatu perusahaan mengalami kesulitan huku, perkara hukum tersebut dapat melibatkan auditor, yang sering dianggap memiliki “deep pockets”. Oleh karena itu, auditor mungkin akan mengeluarkan biaya keuagan dan biaya lainnya untuk membela diri mereka, meskipun mereka telah berusaha untuk memberikan jasanya seprofesional mungkin.
Untuk alas an itu, auditor seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi dan menolak calon klien yang memiliki resiko tinggi untuk dituntut. Hal ini berarti auditor juga perlu mempertimbangkan perusahaan-perusahaan yang telah dikenal mengalami ketidakstabilan keuangan, seperti ketidakmampuan untuk memenuhi pembayaran hutang atau ketidakmampuan untuk meningkatkan modal yang diperlukan.

B.3 Mengidentifikasi Pembatasan Lingkup
Auditor harus mempertimbangkan apakah manajemen telah melanggar batasan-batasan dalam melaksanakan prosedur audit. Jika manajemen mencegah kunjungan ke lokasi-lokasi tertentu yang dianggap material oleh auditor, atau membatasi hubungan dengan konsumen atau supplier tertentu, auditor harus mempertimbangkan apakah tindakan-tindakan tersebut menyebabkan diterbitkannya opini unqualified.

B.4 Mengevaluasi Sistem Pelaporan Keuangan Entitas dan Kemampuan untuk Audit
Sebelum menerima suatu perikatan, auditor seharusnya mengevaluasi apakah terdapat kondisi lainnya yang meningkatkan pertanyaan mengenai kemampuan audit atau auditabilitas calon klien. Kondisi-kondisi tersebut dapat termasuk tidak adanya catatan akuntansi yang penting, atau kalaupun ada kondisinya cukup buruk, tidak adanya jejak audit yang cukup, atau manajemen menghindari tanggung jawabnya untuk memelihara elemen pengendalian intern yang memadai.


C.      MENILAI KOMPETENSI UNTUK MELAKSANAKAN AUDIT
Standar umum pertama dari GAAS menyatakan :
“Audit dilaksanakan oleh seseorang, atau orang-orang yang memiliki pelatihan teknis dan kecakapan yang memadai sebagai seorang auditor.”
Olehkarena itu, sebelum menerima suatu perikatan audit, auditor harus menentukan apakah mereka memiliki kompetensi professional untuk menyelesaikan perikatan sesuai dengan GAAS.


C.1 Jasa yang Diinginkan
Kebanyakan klien yang memerlukan suatu audit juga memerlukan jasa tambahan. Organisasi kecil yang tidak memiliki akuntan public yang bekerja di dalam organisasi tersebut mungkin akan memerlukan suatu jasa akuntansi yang bervariasi, seperti meminta auditor melakukan pekerjaan akuntansi kunci, membuat ayat jurnal, atau membuat konsep laporan keuangan. Klien mungkin menginginkan kantor akuntan public memperisapkan surat pemberitahuan pajak, baik untuk organisasi maupun untuk pemilik utama perusahaan atau manajer. Oleh karena itulah kantor akuntan harus mempertimbangkan apakah ia memiliki kompetensi untuk melaksanakan semua jasa yang diperlukan oleh klien dalam suatu perikatan.

C.2 Mengidentifikasi Tim Audit
Penempatan staf ke dalam perikatan merupakan satu dari Sembilan elemen pengendalian kualitas. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pengetahuan, keahlian, dan kekampuan tim audit sesuai dengan kebutuhan staf professional perikatam. Dalam membuat perikatan, sifat dan luasnya pengawasan yang tersedia juga harus diperhatikan. Secara umum, semakin mampu dan berpengalaman staf yang ditugaskan dalam suatu perikatan tertentu, semakin kecil diperlukannya pengawasan secara langsung.
Anggota kunci dari tim audit biasanya diidentifikasi sebelum penerimaan perikatan untuk memastikan ketersediaan mereka. Selain itu, ketika calon klien telah meminta kantor akuntan mengirimkan proporsal untuk memperoleh perikatan, merupakan praktik yang umum untuk mencantumkan riwayat anggota kunci dari tim audit yang diusulkan. Hal ini memungkinkan calon klien untuk menilai kredibilitas individu-individu yang akan ditugaskan dalam perikatan.
Tim audit pada umumnya terdiri dari :
·         Seorang partner, yang memiliki baik tanggung jawab keseluruhan maupun tanggung jawab akhir untuk suatu perikatan
·         Seorang atau lebih manajer, yang biasanya memiliki keahlian signifikan dalam industry dan yang mengoordinasikan serta mengawasi pelaksanaan program audit.
·         Satu atau lebih senior, yang mungkin memiliki tanggung jawab untuk merencanakan audit, melakukan bagian dari program audit, dan mengawasi serta me-review pekerjaan asisten staff.
·         Asisten staff, yang melakukan berbagai prosedur audit yang diperlukan.

C.3 Mempertimbangkan Kebutuhan untuk Konsultasi dan Menggunakan Spesialis
Dalam menentukan apakah akan menerima suatu perikatan, adalah lebih baik bagi seorang auditor untuk mempertimbangkan apakah akan menggunakan jasa konsultan dan spesialis untuk membantu tim audit. Dimana ketika auditor tidak mengetahui persis tentang bidang usaha klien (bidang usaha klien adalah bidang usaha yang baru bagi auditor), sebaiknya auditor melakukan konsultasi kepada pihak yang tahu persis tentang bidang usaha (spesialis) klien sehingga auditor paham tentang bidang usaha klien. Missal dalam hal penilaian asset klien.


D.     MENGEVALUASI INDEPENDENSI
Standar umum kedua GAAS Menyatakan :
“Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental perlu dipertahankan oleh para auditor.”
Oleh karena itu, sebelum menerima klien audit yang baru, KAP harus mengevaluasi apakah terdapat kondisi yang akan mempengaruhi independensi dengan klien, seperti auditor memiliki saham di perusahaan calon klien. Suatu prosedur yang dapat digunakan adalah mengedarkan nama calon klien kepada semua staf profesioanal untuk mengidentifikasi apakah terdapat hubungan keuangan atau bisnis.


E.      KEPUTUSAN UNTUK MENERIMA ATAU MENOLAK AUDIT
Dalam membuat keputusan mengenai apakah akan menerima atau menolak suatu audit, kantor audit mengelola risiko bisnis sendiri. Alasan-alasan untuk menolak atau menerima klien audit sudah dibahas sebelumnya.  Bagian terpenting dari pengendalian mutu KAP berkisar pada prosedur intern yang membuat hal tersebut muncul ke permukaan dan memungkinkan KAP untuk membuat keputusan yang tepat mengenai apakah akan menerima atau melanjutkan klien.
                Kondisi yang dapat menyebabkan KAP menarik diri dari suatu audit :
·         Kekhawatiran mengenai integritas manajemen atau penahanan bukti tang tampak selama audit.
·         Klien menolak untuk membenarkan salah saji material dalam laporan keuangan.
·         Klien tidak mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kecurangan atau tindakan melawan hukum yang ditemukan selama audit.


 F.       MEMPERSIAPKAN SURAT PERIKATAN
Sebagai langkah akhir dari tahap penerimaan suatu perikatan, merupakan praktek professional yang baik untuk mentaati syarat-syarat dari setiap perikatan dalam surat perikatan. Adapun bentuk dan isi dari surat perikatan dapat bervariasi untuk berbagai klien yang berbeda, tetapi secara umum surat perikatan hatus memuat hal-hal berikut :
·         Identifikasi yang jelas mengenai perusahaan dan laporan keuangan yang akan diaudit.
·         Tujuan audit.
·         Referensi terhadap GAAS yang akan menjadi acuan auditor.
·         Suatu penjelasan mengenai sifat dan lingkup audit serta tanggung jawab auditor.
·         Suatu pernyataan bahwa suatu audit yang telah dirancang dan dilaksanakan dengan tepat mungkin tidak akan dapat mendeteksi semua ketidakwajaran yang material.
·         Sebagai pengingat  kepada manajemen bahwa ia bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuagan dan menyelenggarakan struktur internal control yang memadai.
·         Suatu indikasi bahwa manajemen akan diminta untuk menyediakan beberapa representasi tertulis tertentu kepada auditor.
·         Suatu deskripsi dari jasa yang akan diberikan oleh auditor seperti mempersiapkan atau me-review surat pemberitahuan pajak.
·         Dasar dimana biaya akan dihitung dan pengaturan pembayaran
·         Suatu permintaan bagi klien untuk mentaati syarat-syarat perikatan dengan menandatangani dan mengembalikan salinan surat perikatan kepada auditor.


2.      MERENCANAKAN AUDIT
Suatu tahap penting dari setiap perikatan audit adalah perencanaan. Standar pekerjaan lapangan pertama dari GAAS menyatakan :
“Pekerjaan direncanakan dengan memadai, dan jika menggunakan asisten harus diawasi dengan tepat.”

Perencanaan audit (audit planning) melibatkan pengembangan suatu strategi menyeluruh untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit yang diharapkan. Auditor harus merencanakan audit dengan suatu sikap skeptisme professional mengenai hal-hal seperti integritas manajemen, kekeliruan dan ketidakberesan, serta tindakan melawan hukum. Jumlah perencanaan yang diperlukan dalam suatu perikatan akan bervariasi menurut ukuran dan kompleksitas klien, pengetahuan auditor, serta pengalaman dengan klien.

2.1 LANGKAH-LANGKAH DALAM PERENCANAAN AUDIT
Langkah-langkah penting dalam merencanakan audit meliputi :
  1. Memperoleh pemahaman yang memadai tentang bisnis dan industry klien
  2. Melaksanakan prosedur analitis
  3. Membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
  4. Mempertimbangkan risiko audit
  5. Mengembangkan strategi awal untuk asersi signifikan
  6. Memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern klien
A. MEMPEROLEH PEMAHAMAN TENTANG BISNIS DAN INDUSTRI KLIEN
Pemahaman atas bisnis dan industry klien merupakan aspek penting bagi perencanaan audit. Auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang bisnis dan industry klien agar dapat memahami peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi, dan praktik-praktik yang dapat berpengaruh secara signifikan pada laporan keuangan serta bagaimana GAAP (prinsip akuntansi yang berlaku umum) diterapkan dalam industry tersebut. Sehingga dengan pengetahuan memadai yang diperoleh auditor, auditor dapat memahami risiko klien dan mencari evidence atas hal-hal yang dianggap material oleh auditor.


B. MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS
AU 329.02, Analytical Procedures (SAS 56), mendefinisikan prosedur analitis (Analytical Procedures) sebagai “evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data nonkeuangan.” Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan diantara data. Prosedut ini meliputi perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisi vertical, perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran, serta penggunaan model matematis dan statistic, seperti analisis regresi (penggunaan data nonkeuangan,seperti data jumlah karyawan, maupun data keuangan).
                Tujuan prosedur analitis :
  1. Dalam tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit lainnya.
  2. Dalam tahap pengujian, sebagai pengujian subtantif untuk memperolah bukti mengenai asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau transaksi
  3. Pada penyelesaian audit, dalam melaksanakan review akhir terhadap kelayakan keseluruhan laporan keuangan yang diaudit.
Prosedur analitis dapat membantu auditor dalam perencanaan dengan (1) meningkatkan pemahaman auditor tentang bisnis klien, dan (2) mengidentifikasi hubungan yang tidak biasa serta fluktuasi yang tidak diharapkan dalam data yang mungkin mengindikasikan bidang yang memiliki risiko salah saji terbesar.

B.1 MENGIDENTIFIKASI PERHITUNGAN DAN PERBANDINGAN YANG AKAN DILAKUKAN
Jenis perhitungan dan perbandingan yang digunakan secara umum termasuk hal-hal berikut :
  • Perbandingan data absolute. Prosedur ini melibatkan perbandingan sederhana suatu jumlah saat ini, seperti saldo akun, dengan suatu jumlah yang diharapkan atau diprediksi.
  • Laporan keuangan ukuran umum (Analisis Vertical). Teknik ini melibatkan perhitungan persentase dari total yang berhubungan yang direpresentasikan oleh komponen laporan keuangan (missal, kas sebagai persentase dari total aktiva, yang mana persentase kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan).
  • Analisis ratio keuangan. Sejumlah rasio seperti rasio solvabilitas, efisiensi, dan profitabilitas dihitung untuk mengetahui bagaimana baik-buruknya kondisi perusahaan yang nantinya dapat auditor pertimbangkan dalam memperkirakan risiko yang akan auditor hadapi.
  • Analisis tren. Analisis tren melibatkan perbandingan beberapa data (absolute, ukuran umum, atau rasio) bagi lebih dari 2 periode akuntansi untuk mengidentifikasi perubahan penting yang mungkin tidak nyata dari perbandingan yang terbatas pada periode saat ini dan periode masa lalu.
  • Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan. Data non keuangan seperti jumlah karyawan, luas ruang penjualan, dan volume barang yang diproduksi mungkin berguna dalam memperkirakan saldo akun yang berhubungan seperti beban gaji, penjualan, dan HPP. Informasi nonkeuangan adalah penting karena mengukur aktivitas ekonomi yang memicu hasil keuangan.

C. MATERIALITAS
“Yaitu besarnya seuatu pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi disekitarnya, akan memungkinkan pertimbangan pihak yang berkepentingan yang mengandalkan informasi tesebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.”
Definisi tersebut mensyaratkan auditor untuk mempertimbagkan baik (1) situasi yang berkenaan dengan entitas dan (2) informasi yang dibutuhkan oleh mereka yang akan bergantung pada laporan keuanganyang diaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu perusahaan mungkin tidak material bagi laporan keuangan perusahaan lainnya yang memiliki ukuran atau sifat perusahaan yang berbeda.
Hal inilah yang mendasari SAS 47 yang menyatakan agar auditor mempertimbangkan materialitas dalam (1) merencanakan audit dan (2) mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan GAAP.

C.1 PERTIMBANGAN PENDAHULUAN MENGENAI MATERIALITAS
Auditor membuat pertimbangan pendahuluan mengenai tingkat materialitas dalam merencanakan audit. Penilaian ini, seringkali disebut materialitas perencanaan (planning materiality) mungkin berbeda dari tingkat materialitas yang digunakan pada penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) situasi yang ada di sekitarnya mungkin akan berubah dan (2) informasi tambahan mengenai klien akan diperoleh selama pelaksanaan audit.
Sebagai contoh, klien mungkin telah memperoleh pembiayaan yang diperlukan untuk tetap berjalan sebagai going concern yang diragukan ketika audit direncanakan, dan audit mungkin akan menegaskan bahwa solvabilitas jangka pendek perusahaan telah meningkat secara signifikan selama tahun tersebut. Dalam kasus ini, tingkat materialitas yang digunakan dalam mengevaluasi temuan audit mungkin akan lebih tinggi daripada materialitas perencanaan.
Dalam merencanakan audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat berikut :
·         Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai laporan keuangan secara keseluruhan
·         Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.

MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN
Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality)  adalah salah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan GAAP. Dalam konteks ini, salah saji mungkin diakibatkan karena penerapan yang salah dai GAAP, berangkat dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan. Dalam perencanaan audit, auditor harus mengakui bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berhubungan dengan laporan keuangan. Setiap laporan pada kenyataannya, dapat memiliki beberapa tingkatan. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba operasi, laba sebelum pajak, atau lapa bersih. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau ekuitas pemegang saham.

Pedoman Kuantitatif
Pada saat ini baik GAAP maupun GAAS berisi pedoman resmi mengenai pengukuran kuantitatif dari materialitas. Berikut adalah gambaran mengenai beberapa pedoman yang digunakan dalam praktik.
  • 5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil, 5% untuk laba yang lebih besar)
  • ½% hingga 1% dari total aktiva
  • 1% dari ekuitas
  • ½ % hingga 1% dari pendapatan kotor
  • Suatu persentase variable berdasarkan mana yang lebih besar antara total aktiva atau total pendapatan

Pertimbangan Kualitatif
Prtimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab dari salah saji. Salah saji yang secara kuantitatif tidak material mungkin secara kualitatif akan material. Hal ini dapat terjadi misalnya ketika salah saji diakibatkan oleh suatu ketidakberesan (irregularities) atau tindakan melanggar hukum oleh klien. Penemuan  atas terjadinya hal-hal tersebut dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko yang signifikan akan adanya salah saji tambahan yang serupa.


MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO AKUN
Materialitas saldo akun (account balance materiality) adalah salah saji minimum yang dapat muncul dalam suatu salo akun hingga dianggap mengandung salah saji material. Salah saji hingga tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat ditolerir (tolerable misstatement).
Dalam membuat pertimbangan mengenai materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas pada tingkat saldo akun dan materialitas pada tingkat laporan keuangan. Pertimbangan ini harus mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang mungkin tidak material secara individual. Tetapi apabila diagregasi dengan salah saji pada saldo akun lainnya, mungkin akan material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.


D. RISIKO AUDIT
“Yaitu risiko auditor mungkin tanpa sadar tidak melakukan modifikasi pendapat sebagaimana menstinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji material.”
Konsep keseluruhab mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari kosnep keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang dia terima. Jika 99% kepastian diinginkan, maka risiko audit adalah 1%.

D.1 KOMPONEN RISIKO AUDIT
Komponen risiko audit, pada umumya terdiri atas tiga, yaitu:
  •     Risiko bawaan (inherent risk)
  •     Risiko pengendalian (control risk)
  •     Risiko deteksi (detection risk)
Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait. Risiko bawaan selalu ada dan tidak oernah mencapai angka nol. Risiko bawaan tidak dapat dirubah oleh penerapan prosedur audit yang paling baik sekalipun. Risiko bawaan bervariasi untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan dan keterjadian kas mempunyai risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva tetap. Hal inji disebabkan uang tunai merupakan suatu asset yang sangat rawan terhadap manipulasi, dan semua orang berminat terhadap uang. Sedangkan aktiva tetap lebih jelas keberadaannya. Risiko bawaan juga dibedakan atas risiko bawaan setiap akun dan risiko bawaan keseluruhan untuk banyak akun.
Berikut merupakan beberapa factor yang menentukan risiko bawaan pada banyak akun:
  • Profitabilitas perusahaan secara relative terhadap industri. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, semakin kecil risiko bawaannya.
  • Jenis usaha dan sensitivitas operasi. Perusahaan yagn bergerak pada bidang keuangan lebih besar risiko bawaannya daripada perusahaan ekspedisi karena bidang keuangan sangat sensitive terhadap perubahan kurs mata uang, dan perubahan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, semakin sensitive operasi perusahaan, semakin tinggi risiko bawaannya. Bidang usaha yang sangat dipengaruhi perkembangan teknologi, dan kompetiwsi usahanya ketat, mengakibatkan risiko bawaan yang tinggi.
  • Masalah kelangsungan usaha. Perusahaan yang sedang mengalami masalah kebangkrutan mempunyai risiko bawaan yang tinggi.
  • Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
  • Integritas, reputasi, dan pengetahuan akuntansi dari manajemen. Semakin baik integritas, reputasi, dan pengetahuan tentang akuntansi yang dimiliki manajemen klien, semakin kecil risiko bawannya.
Berikut ini merupakan factor yang menentukan risiko bawaan suatu akun tertentu:
  • Auditabilitas akun atau transaksi. Semakin tinggi tingkat aktivitas akun, semakin rendah risiko bawaan pada akun tersebut.
  • Kerumitan masalah akuntansi terkait. Masalah akuntansi terkait meliputi masalah pengekuan dan kerumitan penilaian akun. Masalah akuntansi yang rumit akan meningkatkan risiko audit.
  • Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material, yang dapat terjadi dalam suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern perusahaan. Risiko pengendalian tidak pernah mencapai keyakinan penuh bahwa semua salah saji material akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari efektivitas struktur pengendalian internal. Semakin efektif struktur pengendalian internal perusahaan klien, semakin kecil risiko pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian didasarkan atas kecukupan bukti audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian inter klien adalah efektif.
Ada dua macam risiko pengendalian, yaitu:
  • Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)
Penilaian tingkat yang direncanakan ditentukan dengan melakukan modifikasi prosedur untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian intern terkait dengan asersi, dan prosedur untuk melaksanakan test of control.
Pada saat perencanaan audit, auditor menentukan besarnya risiko pengendalian yang direncanakan untuk setiap asersi yang signifikan. Planned assessed level of control risk ini ditentukan berdasar asumsi tentang efektivitas rancangan dan operasi struktur pengendalian intern yang relevan.
  • Tingkat risiko pengendalian actual (actual assessed level of control risk)
Penilaian tingkat risiko pengendalian actual ditentukan untuk setiap asersi berdasarkan bukti yang diperoleh dari studi dan evaluasi pengendalian internal klien selama pekerjaan interim dalam tahap pengujian pada audit berjalan.

Risiko Deteksi
Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi tergantung atas penerapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi. Sebaliknya semakin besar risiko bawaan ataupu risiko pengendalian, semakin kecil risiko deteksi. Pada tahap perencanaan audit, Planned assessed level of detection risk untuk setiap asersi signifikan ditentukan dengan cara menerapkan model risiko audit. Actual level of detection risk dapat diubah auditor dengan cara memodifikasi sifdat, penentuan waktu dan luas test substantive yang dilakukan atas suatu asersi. Dalam penentuan risiko deteksi, auditor mempertimbangkan kemungkinan dia melakukan kesalahan seperti kesalahan penerapan prosedur auditing atasu salah melakukan interpretasi terhadap bukti –bukti audit yang telah dihimpun.
Ada perbedaan yang mendasar antara risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan risiko deteksi. Kedua risiko terdahulu ada terlepas dai dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan padat diubah oleh keputusan auditor sendiri.selanjutnya, risiko deteksi terbagi atas dua jenis risiko, yaitu :
  • risiko review analitis, dan
  • risiko tes substantive.
-          Risiko review analitis
Risiko review analitis adalah risiko yang timbul karena prosedur-prosedur review analitis tidak dapat mendeteksi kesalahan yang material.
-          Risiko tes substantive.
Risiko tes substantive adalah risiko kesalahan material tidak dapat dideteksi melalui penggunaan prosedur tes substantive.

Selain risiko-risiko diatas, risiko dalam audit dapat pula dibagi atas risiko sampling, dan risiko non sampling.jenis ini terjadi kaena auditor bekerja atas dasar pengujian suatu sampel bukti. Risiko sampling merupakan risiko bahwa kesimpulan yang diambil oleh auditor dari hasil pengujian terhadap karakteristik tertentu dari sampel atas item tertentu berbeda dengan kesimpulan yang dibuat dari seluruh populasi yang diuji. Sedangkan risiko non sampling merupakan bagian dari risiko audit yang tidak hanya berkaitan dengan data, tetapi lebih banyak dihasilkan dari factor lain seperti kesalahan manusia, kesalahan penerapan prosedur dan salah menginterpretasikan hasil suatu sampel.


E. STRATEGI AUDIT
Tujuan auditor dalam perencanaan dan pelaksanan audit adalah untuk menurunkan risiko audit pada tingkat serendah mungkin umtuk mendukung pendapat auditor mengenai apakah laporan keuangan disajikan secara wajar dalam segala aspek yang material sesuai dengan GAAP. Karena ada keterkaitan antara bukti materialitas dan komponen audit, maka auditor dapat memilih dua alternative strategi audit, yaitu:
·         Primarily substantive approach
·         Lower assessed level of control risk approach
Dalam memilih alternative strategi audit tersebut, auditor mempertimbangkan factor-faktor sebagai berikut:
  • Planned assessed level of control risk
  • Luas pemahaman auditor terhadp struktur pengendalian ntern yang dihimpun
  • Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko pengendalian
  • Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan auditor untuk mengurangi risiko audit pada tingkat serendah mungkin.
Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk) yang tinggi, berarti auditor mengangap bahwa struktur pengendalian intern klien adalah sangat efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus menguji kebenaran anggapannya tersebut. Auditor lebih banyak melakukan pengujian pengendalian. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk) yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa struktur pengendalian intern klien sangt tidak efektif dan tidak akan dapat mencegah terjadinya salah saji. Oleh karena itu, auditor kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena itu, auditor melakukan pengujian substantive.
Luas pemahaman auditor terhadap struktur pengendalian intern juga mempengaruhi pemilihan strategi audit. Apabila auditor sangat memahami struktur pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit Primarily substantive approach. Apabila auditor kurang memahami struktur pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit Lower assessed level of control risk approach.
Strategi audit pendahuluan bukanlah merupakan spesifikasi rinci (detail) proseduR auditing. Strategi audit pendahuluan merupakan suatu judgement pendahuluan mengenai Pendekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan audit.


F.Menghimpun Pemahaman Struktur Pengendalian Intern Klien
Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan :
“Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. “
Oleh karena itu, auditor harus melaksanakan prosedur audit yang antara lain meliputi prosedur untuk memeperoleh pemahaman struktur pengendalian intern.
Pemahaman struktur pengendalian intern, digunakan auditor untuk:
  • Mengidentifikasi tipe salah saji potensial
  • Mempertimbangkan factor yang mempengaruhi risiko salah saji material.
  • Merancang pengujian substantive
    Struktur pengendalian intern terdiri atas tiga unsur, yaitu:
  • Lingkungan pengendalian
  • System akuntansi
  • prosedur pengendalian
    struktur pengendalian intern yang efektif dirancang dengan tujuan pokok sebagai berikut:
  • menjaga kekayaan dan catatan organisasi
  • mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
  • mendorong efeisiensi
  • mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

tujuan yang pertama dan kedua dapat dipatuhi dengan pengendalian akuntansi yang baik. Tujuan ketiga dan keempat dapat dipatuhi dengan pengendalian administrative yang baik. Disamping keenam tahap perencanaan tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan auditor pada tahap perencanaan, yaitu:

  • menyusun program audit
  • menyusun jadwal kerja
  • menentukan staf pelaksana audit

3.MELAKSANAKAN PENGUJIAN AUDIT
Tahap ketiga dari audit adalah melaksanakan pengujian audit. Tahap ini juga disebut sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan (field work), karena pengujian biasanya dilakukan atas ijin klien. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk memperoleh bukti audit mengenai kondisi ekonomi klien, efektifitas pengendalian intern, dan kewajaran laporan keuangan klien. Tahap ini sering kali saling tumpang tindih dengan tahap perencanaan. Sebagai contoh, ketika melaksanakan prosedur perencanaan audit, auditor sering kali memperoleh bukti-bukti yang mendukung pertimbangan audit penting dan perolehan kesimpulan.
Adapun prosedur yang digunakan oleh auditor dalam mengevaluasi bahan bukti :
  • Prosedur analitis, terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan diantara data. Prosedur ini meliputi perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertical atau laporan persentase, perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggran, serta penggunaan model matematis dan statistic, seperti analisis regresi.
  • Pengujian pengendalian (test of control), dilakukan untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas rancangan dan operasi kebijakan dan prosedur struktur internal control.
  • Pengujian terinci atas transaksi, meliputi pemeriksaan dokumen pendukung dari setiap satuan stransaksi yang dibukukan pada sebuah akun tertentu. Misalnya, melakukan pemeriksaan pendukung (vouching) untuk sisi debet akun piutang usaha terhadap ayat jurnal pada jurnal penjualan serta faktur pendukung penjualan. Selain itu dilakukan juga penelusuran rinci dari dokumen asli atau dokumen sumber terhadap buku jurnal serta buku besar yang terkait dengan transaksi tersebut yang dapat digolongkan juga sebagai pengujian terinci atas transaksi.
  • Pengujian terinci atas seldo, meliputi pemeriksaan dokumen pendukung untuk saldo akhir secara langsung, misalnya melakukan konfirmasi langsung kepada salahs atu pelanggan tentang saldo piutang usaha.
  • Pengujian penyajian dan pengungkapan, meliputi evaluasi penyajian secara wajar semua pengungkapan yang disyaratkan oleh GAAP.

  1. MELAPORKAN TEMUAN
Tahap keempat dan tahap terakhir dari audit adalah pelaporan temuan-temuan kepada pihak manajemen untuk kemudian pihak manajemen perbaiki. Elemen penting dari setiap audit adalah komunikasi mengenai temuan audit. Laporan audit merupakan bagian penting dari setiap perikatan. Laporan ini merupakan suatu laporan standar atau dapat merupakan suatu laporan yang menyimpang dari laporan standar. Auditor juga membuat laporan kepada manajemen dan dewan direksi beserta temuan-temuan tentang pengendalian intern dan masalah lainnya yang memerlukan perhatian manajemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar